Jakarta, Gatra.com - Pengesahan Peraturan Presiden Nomor 37 Tahun 2019 tentang Jabatan Fungsional TNI oleh Presiden menunjukkan bahwa Jokowi tidak memahami perencanaan pertahanan.
Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar menilai Perpres tersebut hanya dasar hukum yang dibuat-buat untuk memberikan kenaikan pangkat dan jabatan kepada tentara, padahal pos jabatannya belum jelas.
"Dinaikin pangkatnya sementara posisi belum jelas, yang mengizinkan presiden, kenapa diizinkan naik pangkat padahal pos tidak ada. Saya curiga presiden tidak baca dan tidak taat pada perencanaan sistem pertahanan," ungkap Haris Azhar kepada wartawan saat ditemui di Kantor Lokataru, Rawamangun, Jakarta Timur, Senin (1/7).
Haris memaparkan, dalam pertahanan negara hal utama yang menjadi pertimbangan perencanaan adalah potensi ancaman, yang kemudian jadi rujukan untuk merumuskan strategi dan kebutuhan terkait pos jabatan.
"Seharusnya menandatangani kenaikan pangkat petinggi TNI itu memperkuat strategi pertahanan negara, kalau dinaikin jabatannya tapi posnya tidak ada. Ini untuk membahagiakan tapi juga membuat malu petinggi TNI," kata Haris.
Haris juga menyebut Perpres tersebut berpotensi berbenturan dengan UU TNI yang memberi batasan tentara hanya boleh duduk delapan pos kementerian.
"Perpres ini melegitimasi makin banyak makin luas militer duduk di pos di luar kementerian-kementerian tersebut. Ini kekacauan yang diciptakan penandatanganan alias Presiden," kata Haris.
Haris menegaskan, Perpres 37/2019 merupakan upaya Istana untuk membelai dan merangkul pihak TNI dengan janji untuk dinaikkan pangkat dan ditempatkan di luar struktur TNI.