Jakarta, Gatra.com - Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Osaka, Jepang (29/6) ternyata juga membawa iklim yang baik terhadap hubungan Cina-Amerika. Setelah tensi kedua negara tersebut sempat menegang karena kasus operator seluler Huawei. Keberhasilan Huawei Technologies Co dalam mengembangkan jaringan nirkabel generasi ke lima sebelumnya membuat Paman Sam khawatir. Amerika menganggap teknologi canggih tersebut akan dieksploitasi badan intelijen Cina untuk melakukan spionase.
Tak hanya itu kasus tersebut juga menyerempet pejabat eksekutif dimana Chief Financial Officer (CFO) Huawei, Meng Wanzhou, dituduh pemerintah AS melakukan penipuan bank dan penggelapan sanksi. Meng Wanzhou yang juga putri dari Bos Huawei, Ren Zhengfei, pernah dicokok otoritas Kanada pada Desember 2018 yang kemudian memanaskan hubungan Washington-Beijing selama beberapa bulan.
Sikap berbeda justru ditunjukkan Donald Trump pada KTT G20 di Osaka, Jepang, baru-baru ini. Ia terlihat melunak menyikapi kasus Huawei yang selama ini menjadi sengkarut hubungan Cina-AS dan menjadi pusat perhatian dunia. Setelah bernegosiasi dengan Presiden Cina, Xi Jin Ping, Amerika setuju bila perusahaan teknologi AS memasok komponen ke Huawei dan mencabut larangan yang selama ini diberlakukan.
Ia menambahkan, produk yang dijual ke Huawei adalah produk yang tidak memiliki efek untuk menimbulkan isu-isu keamanan nasional. “Perusahaan-perusahaan asal AS dapat menjual peralatan (komponen) mereka ke Huawei,” kata Trump di momen pertemuan tersebut.
“Saya telah setuju untuk mengizinkan mereka (perusahaan AS) untuk menjual produknya (ke Huawei),” ujar Trump. Meski demikian, Huawei masih belum dihapus dari “Entity List”, atau daftar merek dagang yang tidak boleh bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan AS, seperti dikabarkan South China Morning Post, Sabtu (29/6/2019).
Salah satu sumber di gedung putih akhir pekan lalu menyampaikan, keputusan Presiden AS, Donald Trump, mengizinkan perluasan penjualan pasokan teknologi AS kepada perusahaan raksasa telekomunikasi Cina, Huawei, hanya akan berlaku untuk produk-produk yang tersedia secara luas di pasaran seluruh dunia.
“Semua yang terjadi adalah Kementerian Perdagangan AS akan memberikan beberapa lisensi tambahan dimana ada ketersediaan umum dari bagian-bagian yang dibutuhkan perusahaan,” kata Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Larry Kudlow, kepada Fox News Sunday, dikutip dari Reuters, Senin (1/7).
Baca juga: Huawei Hanya Bisa Beli Produk AS yang Tersedia di Pasaran
Pencabutan sebagian pembatasan AS terhadap Huawei dipandang sebagai elemen kunci kesepakatan yang terjadi antara Trump dan Xi Jinping. Kebijakan itu oleh banyak kalangan diprediksi mampu membuka kembali keran negosiasi dagang yang sempat mandek antara kedua negara. Keputusan yang diberikan AS terhadap Huawei akan berdampak pada mitra “Five Eyes” yang mencakup Inggris, Australia, Kanada, dan Selandia Baru. Sebelumnya negara tersebut juga mengantisipasi risiko keamanan siber yang mungkin muncul dari produk Huawei.
Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Jenderal Achmad Yani, Yohanes Sulaiman menyebutkan langkah yang dilakukan kedua pemimpin negara itu terhadap Huawei di KTT G-20 sejatinya bagian dari negosiasi perang dagang. Selama ini menurut Yohanes, AS juga belum menerapkan kebijakan yang menyeluruh terhadap pelarang Huawei. Pembatasan terhadap Huawei di AS menurutnya hanya ditekankan terhadap beberapa kantor dinas dan institusi penting pemerintahan.
“Itu (pertemuan Trump-Xi Jin Ping) semua adalah bagian dari negosiasi perang dagang. Dan Huawei sendiri dari kemarin boleh dijual di Amerika Serikat. Yang tidak boleh adalah institusi pemerintah AS menggunakan produk Huawei karena takut disadap,” ucap Yohanes ketika dihubungi GATRA.com.
Ia menyebutkan AS juga memiliki kepentingan terhadap Huawei karena negara tersebut juga memasok komponen dan peralatan penting ke perusahaan seluler raksasa Cina tersebut. Hubungan kerja sama kedua negara juga menyangkut bisnis, selain faktor risiko keamanan yang turut menjadi pertimbangan.
“Bisnis kunci Amerika adalah untuk menjual hal-hal yang dianggap berteknologi penting ke Huawei. Jadi masalah keamanan tetap dikhawatirkan. Sekarang saja Republikan dan Demokrat kembali mengeritik Trump soal [kebijakan] Huawei,” terang peneliti di Institute for Defense and Strategic Research (IDSR) itu.