Home Ekonomi Trasty Batik Ubah Perca Kain Batik Jadi Produk Menarik

Trasty Batik Ubah Perca Kain Batik Jadi Produk Menarik

Semarang, Gatra.com - Seorang perempuan paruh baya berambut putih sibuk menyatukan potongan-potongan perca kain batik, kemudian menjahit dengan mesin jahit di depannya. Potongan kain tersebut dibentuk mejadi sebuah tas ukuran sedang yang menarik karena adanya unsur batik mendominasi tas tersebut.

Perempuan itu ada salah satu pekerja dari Trasty Batik di Jalan Admodirono,  Semarang yang sedang mengerjakan pesanan pembuatan tas konsumen.

Pemilik Trasty Batik, Naneth Adi Ekopriyono, mengatakan, produknya dibikin dengan memanfaatkan kain perca kain batik yang sudah tak terpakai menjadi barang-barang bernilai ekonomis.

Dari kain perca batik dibuat menjadi aneka produk seperti tas untuk seminar, dompet, aksesori fashion, gantungan kunci, tempat pansil, sandal, sarung bantal, dan lainnya.

“Sampai sekarang kami sudah menghasilkan sekitar 100 jenis produk kerajinan perca kain batik,” katanya kepada Gatra.com di Semarang, Senin (1/7).

Pembuatan produk tersebut, kata Naneth, dikerjakan secara manual menggunakan tangan oleh 10 karyawan yang semuanya perempuan. Bila mendapatkan pesanan dalam jumlah besar,  bisa melibatkan pekerjaan hingga 80 tenaga kerja perempuan, terutama ibu-ibu.

“Prinsip Trasty Batik ini sebenarnya untuk pemberdayaan kaum perempuan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Naneth menyatakan,  misi mendirikan Trasty Batik yang dirintis pada 2010 untuk membantu orang, terutama kaum perempuan agar bisa menghasilkan uang membantu ekonomi keluarga.

Alasan mendirikan usahah tersebut karena sejak kecil sudah tertarik dengan kain batik yang memiliki aneka motif yang menarik. “Awal memulai usaha diberi sejumlah potongan perca kain batik yang sudah tidak terpakai secara gratis dari salah seorang penjahit garmen,” ujarnya. Untuk memasarkan produk-produk Trasty Batik, menurut Naneth menggunakan media sosial, Instagram serta melalui internet. 

Target pasar produk Trasty Batik, adalah kaum perempuan kalangan ekonomi menengah ke atas sehingga pembuatan produk tidak missal karena dikerjakan secara manual.

Pengerjaan pesanan membutuhkan waktu  satu hingga dua pekan, tergantung jumlah pesanan dan tingkat kesulitan pembuatan. Tidak sekadar menempelkan kain, tetapi harus pintar dalam memotong pola sehingga motif batik menjadi indah.

“Minimal pemesan produk 20 unit. Harga kompromi, menyesuaikan dengan bujet dana konsumen,” ujar dosen perguruan tingg swasta di Semarang in sambil tersenyum.

Konsumen produk Trasty Batik, menurut Naneth, tidak hanya dari Kota Semarang dan Jawa Tengah, tapi juga Sumatera, Jakarta, serta  Malaysia. “Pelanggan kami instansi pemerintah dan kantor-kantor swasta untuk membuatkan tas batik untuk seminar,” ujarnya.

 

 

1416