Jakarta, Gatra.com - Pada Mei ini, Indonesia memiliki dua cagar biosfer terbaru yang diakui dunia melalui United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), yaitu Cagar Biosfer Togean Tojo Una-Una di Sulawesi Tengah dan Cagar Biosfer Saleh-Moyo-Tambora (Samota) di Nusa Tenggara Barat. Tidak hanya berhenti di situ, tahun ini Indonesia mengusulkan tiga cagar biosfer baru.
"Di tahun 2019 ini Indonesia akan mengajukan tiga cagar biosfer baru, yaitu Gunung Merapi, Gunung Merbabu, dan Gunung Menoreh. Kemudian yang kedua di Karimun Jawa, dan satu lagi di Bunaken," ungkap Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Enny Sudarmonowati dalam wawancara khusus dengan Gatra.com di Gedung C LIPI, Jakarta Pusat, Senin (1/7).
Enny mengatakan, akan intens melakukan komunikasi dengan gubernur dan kepala daerah terkait untuk meminta dukungan, karena konsep yang dianutnya adalah konsep bottom-up, jadi konservasi cagar itu diperkuat dulu melalui Pemerintah Daerah (Pemda). Ia menyebutkan sudah mulai berbicara dengan Pemda Jawa Tengah dan Sulawesi Utara sejak lama, karena penyusunan dokumen untuk diajukan ke UNESCO cukup berat.
"Pembuatan dokumen usulan seperti ini lumayan berat, selain usulan juga perlu management plan untuk 10 tahun ke depan. Harus diterjemahkan ke Bahasa Inggris, dan zonasinya harus dipetakan dengan jelas," tambah Enny.
Zonasi yang dimaksud oleh Enny ini dibagi menjadi tiga, yaitu zona inti, zona buffer, dan zona transisi. Zona buffer dan zona transisi umumnya dikelola oleh Pemerintah Daerah (Pemda), kalau zona inti umumnya dikelola Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Enny menargetkan, dari tiga usulan tempat ini setidaknya ada dua lokasi yang dapat diterima dan diakui oleh UNESCO sebagai cagar biosfer pada 2020. Sementara itu, usulannya akan diajukan ke UNESCO sebelum deadline tanggal 30 September 2019.