Jakarta, Gatra.com - Anggota Dewan Penasihat DPP Partai Gerindra, Muhammad Syafi'i menampik kabar yang menyebutkan partainya mendapat tawaran posisi menteri hingga duta besar. Dengan posisi itu otomatis Gerindra akan menjadi partai pendukung pemerintah.
"Rumornya memang banyak, tapi tidak sesuai dengan prinsip oposisi. Saya bilang rumor itu terus bergulir, tapi kalau kita memilih menjadi oposisi saya kira sudah tahu jawabannya seperti apa. Enggak mungkin kita terima tawaran itu," tegas Syafi'i di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, (1/7).
Dia menambahkan, perdebatan posisi Gerindra di pemerintahan mendatang memang ada, apakah setia di jalur oposisi atau menjadi partai pendukung pemerintahan.
Namun, tegas Syafi'i, mayoritas kader partai besutan Prabowo Subianto tersebut menginginkan posisi sebagai oposisi.
"Saya katakan mungkin karena sudah terbiasa jadi oposisi maka perbedaan pendapat apakah menjadi partai pendukung atau menjadi oposisi itu perdebatannya semakin berkurang. Artinya ketika kita memilih oposisi kecenderungan kader arahnya sama. Memilih menjadi oposisi," tegas dia.
Dalam demokrasi, kehadiran partai oposisi merupakan poin positif karena berfungsi sebagai kontrol dan penyeimbang di parlemen. Hal ini, sambung Syafi'i sejalan dengan sikap Prabowo yang menghendaki tata kelola pemerintahan berjalan demokratis.
"Beliau menginginkan demokrasi di Indonesia adalah demokrasi yang sehat. Dan menurut saya, demokrasi yang sehat itu harus ada check and balances, yaitu selain partai pendukung, harus ada partai oposisi dan saya meyakini Gerindra akan tetap pada posisi sebagai oposisi," jelas dia.
Syafi'i mengakui, sikap resmi Gerindra memilih jalur oposisi belum dinyatakan secara tegas oleh Prabowo, baik dalam pertemuan resmi atau tatap muka dengan kader secara nasional. Namun dari 'gerak' eks Danjen Kopassus diketahui kalau yang bersangkutan menghendaki adanya oposisi di parlemen.
"Kita bisa membaca gerak yang dilakuakan Pak Prabowo sebagai orang yang demokratis, dia pasti tidak akan mencederai sistem demokrasi di mana akan menghilangkan check and balance itu," tutup Syafi'i.