Jakarta, Gatra.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Muhammad Nasir, Senin (1/7).
Adik dari Muhammad Nazaruddin akan menjadi saksi untuk kasus anggota DPR RI Komisi VI Bowo Sidik Pangarso.
" Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IND [Indung]," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah dalam keterangan tertulisnya, Senin (1/7).
Sebelumnya Politikus Demokrat ini, sudah pernah dipanggil pada Senin (24/6). Namun yang bersangkutan mangkir tanpa alasan. Saat penyidikan kasus ini, Tim Komisi Antirasuah KPK sudah meggeledah ruang kerja Nasir, Sabtu (4/5) dan tim tidak menyita barang bukti.
Selain itu, penyidik juga akan memeriksa staf Nasir, Rati Pitria Ningsi, dan tiga orang dari pihak swasta bernama Novi Novalina, Tajuddin, dan Kelik Tuhu Priambodo.
Perlu diketahui, perkara utama Bowo Sidik Pangarso menyangkut suap terkait kerja sama pengangkutan pupuk. Bowo bersama Staf PT Inersia, Indung diduga menerima suap dari Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK), Asty Winasti (AWI). Dalam penyidikan lebih lanjut, Bowo ternyata menerima sejumlah gratifikasi.
Sebelumnya, dalam proses penggeledahan Tim Satgas KPK mendapati uang sejumlah Rp8 miliar. Sementara KPK menjelaskan, uang yang diterima Bowo dari PT HTK sejumlah Rp1,5 miliar. Kemudian sekitar Rp89,4 juta merupakan uang yang disita saat Operasi Tangkap Tangan (OTT), sehingga uang yang diterima Bowo dari PT HTK sekitar Rp1,6 miliar. Terdapat sisa uang sejumlah Rp6,5 miliar. Uang inilah yang diduga berasal dari gratifikasi atau penerimaan Bowo dari sejumlah pihak.
KPK membeberkan, ada indikasi penerimaan gratifikasi Bowo yang terdiri dari empat sumber. Pertama, dugaan keterkaitan pengaturan tentang Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Gula Kristal Rafinasi. Lalu kedua, terkait penganggaran, khususnya Dana Alokasi Khusus (DAK). Ketiga, terkait posisi seseorang di salah satu BUMN. Dan keempat, terkait revitalisasi pasar di Minahasa Selatan.
KPK menyangka Bowo Sidik Pangarso dan Indung selaku penerima suap yang diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan Asty Winasti disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.