Jakarta, Gatra.com - Pakar perbenihan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Abdul Qadir, meningatkan, agar pembuatan atau produksi dan peredaran benih padi varietas IF8 harus sesuai dengan aturan yang berlaku, atau jangan melanggar aturan meskipun kegiatan itu mulia.
"Pasalnya, kegiatan pelepasan varietas tanaman, produksi dan peredaran benih tanaman harus mengacu kepada aturan perundangan yang berlaku," kata Abdul dalam keterangan tertulis yang diteruma pada Senin (1/7).
Qadir menyampaikan pernyataan di atas menanggapi kasus beredarnya benih padi IF8 di wilayah Aceh yang diduga diproduksi oleh AB2TI pimpinan Prof. Dwi Andreas. Pasalnya, benih tersebut tidak bersertifikat dan tidak berlabel serta disinyalir diproduksi dan diedarkan secara ilegal dan tanpa izin.
Pakar dari Divisi Perbenihan Fakultas Pertanian, IPB, ini menyebutkan, beberapa aturan perundangan yang masih menjadi ancuan dalam produksi benih dan peredaran benih dari varietas unggul tanaman pangan yakni UU No 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Permentan No 40 Tahun 2017 tentang Pelepasan Varietas Tanaman, serta Permentan No 12 Tahun 2018 tentang Produksi, Sertifikasi, dan Peredaran Benih Tanaman.
Berangkat dari aturan perundangan ini, sambung Qadir, adanya benih dari suatu varietas unggul padi yang beredar luas tanpa adanya sertifikat serta label yang menunjukkan kelas mutu benih yang diedarkan, maka perlu ditangani berdasarkan kacamata aturan-aturan yang ada.
"Yang pertama, terkait dengan aturan apakah varietas unggul tersebut sudah melalui proses aturan yang berlaku dalam pelepasan varietasnya," ujar dia.
"Kedua, apakah produksi benih dan peredarannya sudah memenuhi aturan yang telah ditetapkan, terutama terkait dengan keharusan bahwa benih yang diedarkan harus jelas identitas melalui proses sertifikasi," katanya.
Melansir fakta di lapangan, Kepala Bidang Tanaman Pangan, Dinas Pertanian dan Pangan, Kabupaten Aceh Utara, Abdul Jalil, membenarkan adanya pelarangan penggunaan benih padi IF8 di Kabupaten Aceh Utara. Alasannya, karena belum memiliki label dan serifikat dan belum dilepas oleh pihak kementerian. Hal ini sebagaimana dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
“Ada sebagian petani di beberapa kecamatan sudah menggunakan bibit padi IF8, tapi itu tanpa ada izin atau koordinasi dengan pihak dinas pertanian. Mereka di bawah binaan AB2TI yang dipimpin Prof. Andreas mengembangkan jenis padi IF8 tersebut,” katanya.
Koordinator Nasional Indonesia Food Watch (IFW), Pri Menix Dey, meminta pemerintah daerah dan pemerintah pusat agar tidak sekadar mengeluarkan surat pelarangan peredaran benih padi IF8 yang belum bersertifikat dan berlabel, tetapi juga mengusut lebih dalam hingga diproses hukum. Misal, Polri perlu menelusuri seluruh dokumen dan juga berbagai kegiatan maupun aliran dana ke AB2TI.
"Ini sangat penting untuk menindak secara tegas bagi oknum yang telah menipu dan merugikan petani. Dan juga untuk memberikan keadilan terhadap pelaku perbenihan lainnya yang saat berstandar pada aturan dalam menghasilkan benih hingga digunakan petani," katanya.
Sementara itu, Biro Komunikasi Publik, Institut Pertanian Bogor (IPB) membantah bahwa benih IF8 varietas yang diproduksi institusi IPB. IF8 bukan varietas atau galur padi hasil pemuliaan yang diproduksi oleh institusi IPB.
"Kami tegaskan bahwa IF8 tidak ada kaitan sama sekali dengan IPB University sebagai institusi," tulis Biro Komunikasi IPB University dalam rilisnya.