Jakarta, Gatra.com - Kementerian Pertanian (Kementan) didesak mengendalikan pertumbuhan kandang ayam di tanah air. Hal itu diduga menjadi menyebabkan kelebihan pasokan, sehingga harga ayam potong di sejumlah wilayah di Pulau Jawa anjlok.
Direktur Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka), Yeka Hendra Fatika mengatakan pengaturan harga ayam di sistem distribusi tidak akan berpengaruh ke harga jika regulasi kandang tidak diurus juga.
“Ada surat edaran (Kementan) tanggal 26 Juni 2019 untuk memotong DOC (day old chiken) artinya Kementan mengakui adanya kelebihan suplai itu,” ujar Yeka Hendra, dalam siaran pers, Sabtu (29/6).
Berlebihnya DOC atau bibit untuk ternak ayam dinilai menjadi akar masalah melambungnya pasokan daging ayam di pasaran. Permintaan DOC yang tinggi dinilai merupakan dampak dari tidak diaturnya jumlah kandang ayam maksimal di Indonesia oleh Kementan.
Dengan mengatur jumlah kandang, Kementan lebih mudah memberikan izin pemberian impor grand parant stock (GPS), sehingga jumlah DOC terkendali. Hal ini disayangkan tidak dilakukan dari dulu padahal masalah kelebihan pasokan ayam mulai terasa sejak tahun 2010.
Yeka menambahkan jumlah permintaan DOC 13-17% lebih banyak dari permintaan ayam di pasaran. Dari dulu permintaan ayam di pasaran kurang lebih 60 juta ekor per minggu di seluruh Indonesia.
“Demand DOC melebihi demand ayam, diperkirakan mencapai 68-70 juta per minggu,” ujarnya.
Sebagai informasi, harga ayam hidup di tingkat peternak sempat jatuh ke posisi Rp8.00 per ekor. Harga tersebut merugikan peternak karena bisanya menyentuh angka Rp17.000-18.000 per ekor.
Sektertaris Jenderal Gabungan Organisasi Peternak Ayam (Gopan), Sugeng Wahyudi mengatakan, kesalahan perhitungan Kementan dilihat dari angka produksi per minggu anak ayam. Biasanya Kementan mematok angka 60 juta per minggu anak ayam, dalam satu produksi.
“Sudah ada acuan produksi dari Kementan. Jadi ada kesalahan. Kementan menentukan angka produk 68 juta per minggu anak ayam, padahal normalnya adalah 60 juta,” kata Sugeng di Jakarta.