Home Gaya Hidup Menjelajah Singkapan Dasar Samudra Geopark Karangsambung

Menjelajah Singkapan Dasar Samudra Geopark Karangsambung

Kebumen, Gatra.com – Jam baru menunjukkan pukul 04.45 WIB, ketika Pak Edi, begitu kami memanggil Edi Hidayat, Kepala Pelaksana Teknis Balai Informasi dan Konservasi Kebumian (UPT BIKK) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah mengajak kami menuju Bukit Pentulu.

Bersepeda motor, kami membelah kabut. Embun tebal menggelayut di kanopi pohon-pohon pinus yang berjejer rapi. Bukit Pentulu, konon menjanjikan sensasi matahari terbit atau sunrise yang spektakuler.

Jarak  Asrama LIPI menuju Bukit Pentulu hanya sekitar tiga kilometer dan bisa ditempuh dalam waktu 15 menit. Untuk mencapai puncak bukit, kami mesti mendaki bukit kecil yang terjal. Inilah yang disebut sebagai Bukit Pentulu, yang dalam bahasa  setempat berarti menonjol.

Bukit Pentelu bertinggi sekitar 250 mdpl. Tetapi, dari bukit itu jejeran perbukitan batu purba hasil proses tektonik dan vulkanik ratusan juta tahun lampau bisa disaksikan. Sayangnya, pagi itu kami tak terlalu beruntung. Hujan deras di hari sebelumnya hingga dini hari menciptakan kabut tebal yang menutup jejeran pegunungan bebatuan purba.

Namun, tetap saja, pagi itu kami menyaksikan sunrise luar biasa. Matahari menyemburat kuning menerobos kabut. Batuan Purba dan jejeran pegunungan hanya tampak puncaknya. Bukit-bukit itu seperti para raksasa yang berselimut awan. Sementara, di jarak ratusan kilometer, Gunung Sindoro-Sumbing tampak berdiri angkuh.

Edi menerangkan, Bukit Pentelu hanyalah satu dari jutaan artefak alam hasil proses kebumian yang kini menciptakan lanskap luar biasa di Karangsambung, Kebumen. Karangsambung, sejatinya adalah dasar samudera yang kemudian terdorong ke permukaan laut.

Diyakini, wilayah Karangsambung adalah batuan tertua dan merupakan fondasi Pulau Jawa. Kini, Karangsambung telah ditetapkan sebagai cagar alam geologi (geopark) nasional.

“Bukit Pentelu dikelola oleh masyarakat untuk meningkatkan wisata,” ucapnya, beberapa waktu lalu.

Penetapan wilayah Karangsambung-Karangbolong, Kebumen, sebagai geopark nasional diyakini bakal membawa dampak positif  bagi daerah, terutama masyarakat lokal. Setelah ditetapkan menjadi geopark, tentu akan terjadi perubahan paradigma pengembangan kawasan ini.

Wilayah yang semula dianggap sama dengan wilayah lain, akan lebih diprioritaskan lantaran telah diakui memiliki potensi yang mesti dilindungi, sekaligus menjadi potensi ekonomi dan edukasi pada masa mendatang.

“Keuntungan yang pertama adalah dari sisi promosi. Kenaikan status ini bisa membuat geopark Karangsambung-Karangbolong semakin dikenal,” ujarnya.

Menurut dia, prinsip pengembangan geopark adalah konservasi, edukasi dan ekonomi lokal. Dan itu tidak bisa dilakukan hanya oleh pemerintah atau LIPI. Dia melihat keterlibatan masyarakat sangat penting.

Setelah menjadi geopark,  peradigma pembangunan yang dilakukan adalah dengan mengembangkan situs-situs (geosite) di Karangsambung-Karangbolong adalah geowisata.

“Pemkab menunjukkan komitmen untuk mendukung dengan membangun berbagai fasilitas penunjang,” jelasnya.

Dia berpendapat, konservasi dan pemberdayaan ekonomi bisa dilakukan bersamaan jika melibatkan masyarakat. Di satu sisi, masyarakat akan memperoleh penghasilan alternatif dari pengembangan wisata. Nilai positif lainnya, masyarakat secara langsung akan terlibat dalam upaya konservasi.

Sebab itu, dibutuhkan edukasi untuk menyiapkan sumber daya manusa (SDM) dari masyarakat untuk mengelola kawasan geopark sebagai wisata geologi yang bisa dikembangkan menjadi wisata lainnya.

Sementara ini, dari 41 situs yang sudah terpetakan, ada 10 situs yang sudah dikelola sebagai tempat wisata oleh LIPI dan masyarakat. Kemudian, ada lagi dua geosite yang  dikelola secara mandiri oleh kelompok sadar wisata pokdarwis) yang juga didampingi LIPI.

“Di geopark itu kan ada yang namanya geosite ya, di Karangsambung-Karangbolong itu ada 41 geosite. Diambah lagi dengan culture dan biodiversity-nya,” ujarnya.

1483