Jakarta, Gatra.com – Berawal dari kesulitan mencari pekerjaan, para penyandang tuli (tuna rungu) mendirikan Kopi Tuli (Koptul) sebagai wadah untuk memberdayakan teman-teman tuli dan menjembatani komunikasi bahasa isyarat.
Hal ini terungkap dalam Workshop “Semangat Menembus Batas” yang diadakan oleh KamiBijak dan Motivasiku di Brouven Coffee, Heritage Bintaro Junction, Tangerang Selatan, Sabtu (29/6).
Co-Founder Koptul, Putri Sampaghita mengungkapkan bahwa dirinya mendirikan usahanya bersama dengan Muhammad Andhika dan Tri Erwinsyah Putra, yaitu sama-sama penyandang tuli. Putri mengungkapkannya dalam bahasa isyarat, kemudian diterjemahkan oleh seorang Juru Bahasa Isyarat (JBI), Luluk Kusuma Wardani.
“Koptul merupakan media komunikasi dan dibutuhkan oleh banyak orang, seperti dalam rapat dan sebagainya,” ujarnya dengan bahasa isyarat.
Koptul didirikan pada tanggal 12 Mei 2018. Kemudian, cabang Koptul juga dibuka di Duren Tiga, Jakarta pada tanggal 13 Oktober 2018.
“Perbedaan Koptul dengan kopi lainnya adalah dibangun oleh teman-teman tuli, mulai dari pendiri, pelayan, barista, hingga kasir,” jelasnya.
Putri mengaku selain menyediakan kopi, kedainya juga menyediakan makanan dan rumah pintar (kelas bahasa isyarat) yang dibagi menjadi tiga level. Kelas tersebut buka dari Senin – Jumat.
Dalam jangka pendek, Koptul melakukan pelatihan bahasa isyarat bagi masyarakat serta pelatihan barista dan baker (pembuat roti). Kemudian, Koptul akan membuka cabang-cabang di Jabodetabek dan sekitarnya dalam jangka menengah. Selanjutnya dalam jangka panjang, Koptul akan membuat rumah produksi untuk distribusi dan bahan baku
Kemudian, Ia menceritakan ada beberapa pelanggan yang bingung ketika dilayani oleh teman-teman tuli. Oleh karena itu, pihaknya menyediakan blackboard (papan hitam) untuk menulis daffar menu. Selain itu, Koptul menggunakan nama-nama alam dalam menunya untuk mempermudah komunikasi teman-teman tuli.
Pendiri Lembaga Advokasi Inklusi Disabilitas (AUDISI), Yustitia Arif berpendapat kegiatan yang dilakukan teman-teman tuli sangat bagus untuk menyosialisasikan hambatan mereka kepada masyarakat. Menurutnya, hal ini menunjukkan kekompakan komunitas tuna rungu.
“Dengan kegiatan ini teman-teman non-disabilitas jadi tahu bagaimana hambatan kaum disabilitas dalam masyarakat,”ujarnya kepada Gatra.com.
Putri berharap masyarakat lebih ramah dengan kaum disabilitas serta semakin banyak dari mereka yang terjun menjadi pelaku usaha.