Jakarta, Gatra.com - Elite Partai Amanat Nasional (PAN) beda pendapat dalam menentukan arah koalisi di pemerintahan mendatang. Jika bergabung bersama Koalisi Indonesia Kerja (KIK) Jokowi-Ma'ruf Amin, partai besutan Zulkifli Hasan ini beralasan akan mengawal pemerintahan mendatang.
Berbeda jika setia dalam barisan oposisi, Koalisi Indonesia Adil Makmur atau partai-partai yang dulunya mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Pilpres 2019. PAN beralasan, jumlah partai dalam garis oposisi sedikit sehingga minim dalam melakukan fungsi kontrol terhadap pemerintahan.
Perbedaan pendapat ini dapat kita lihat pada pernyataan Wakil Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PAN, Bara Hasibuan dan Sekretaris Jenderal Eddy Soeparno.
Menurut Bara, kemungkinan besar PAN akan bergabung dengan koalisi Jokowi.
"Pertama saya harus akui bahwa kemungkinan untuk PAN bergabung dengan pemerintahan yang nanti akan dipimpin oleh Pak Jokowi sangat besar. PAN bergabung dengan pemerintahan untuk membantu dan mengawal pemerintah dipimpin oleh Pak Jokowi sampai 2024," tegas Bara usai diskusi politik di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (29/6).
Bara menjelaskan, berlabuhnya PAN ke pemerintahan untuk menjawab berbagai tantangan bangsa. Yang paling utama adalah peran PAN dalam mengobati luka yang cukup dalam akibat kompetisi politik.
"Usai pemilihan presiden yang sangat tajam yang menimbulkan polarisasi ada retorika narasi yang selama ini dikemukakan oleh beberapa orang di bagian ini yang penuh dengan kebencian dan kekerasan bahkan sempat terjadi kerusuhan nah ini semua harus kita obati," ujar Bara.
Bara menambahkan proses tersebut merupakan proses yang membutuhkan kontribusi dari semua pihak termasuk PAN punya tanggung jawab sebagai partai politik.
"Kita punya tanggung jawab untuk juga ikut berperan aktif mengobati luka itu dan itu bisa kita lakukan kalau bergabung dengan pemerintahan Jokowi. Memang dalam situasi sekarang ini saya juga mengerti kalau Pak Jokowi merasa ada kebutuhan untuk membangun pemerintahan yang inklusif," tegas dia.
Berbeda dengan pandangan Bara, menurut Eddy Soeparno, salah satu pertimbangan berada di luar pemerintahan demi fungsi perimbangan (Check and Balances) kekuatan di parlemen. Kondisi parlemen saat ini jauh berbeda dengan 2014 lalu, dimana partai pendukung pemerintah terbilang sedikit di parlemen.
Masuknya PAN ke koalisi pemerintah saat itu demi mengimbangi Koalisi Merah Putih yang terbilang kokoh di parlemen. Nah, pada 2019 ini kondisi justru berbalik, ditandai dengan sedikitnya partai yang memilih garis oposisi.
"Koalisi yang memenangkan Jokowi-Ma'ruf Amin sudah mayoritas, jadi tidak ada keperluan bagi PAN untuk menyebrang dan menguatkan posisi pemerintah di parlemen, oleh karena itu kita akan bahas berbagai opsi yang kita buka," tegas Eddy dalam konferensi pers di Kantor PAN di Jalan Daksa 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (27/6), lalu.
PAN sendiri akan menentukan sikap pasti setelah menggelar Rakernas pada akhir Juli Nanti. Eddy memastikan, apapun keputusan yang diambil PAN (Usai Rakernas) baik oposisi atau bergabung dengan koalisi pemerintah akan konsisten dijalani selama lima tahun mendatang.
"Kita akan konsisten ketika sudah menetapkan arah politik itu, kita konsisten untuk menekuninya sampai tahun 2024," demikian Eddy.