Jakarta, Gatra.com - Komisi Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) menyoroti semakin parahnya kondisi pencemaran di Jakarta, yang menyebabkan Indonesia dinobatkan sebagai negara tingkat polusi tertinggi di dunia. Oleh karena itu, Direktur Eksekutif KPBB, Ahmad Safrudin meminta pemerintah menerapkan aturan
pelarangan penggunaan bahan bakar jenis premium, pertalite 90, solar 48, dan dexlite.
"Harusnya pemerintah bisa melarang penggunaan empat bahan bakar ini. Premium, pertalite 90, solar 48 yang harganya Rp5.100 itu, dan dexlite. Karena keempat bahan bakar itu lebih banyak mengeluarkan karbondioksa," katanya saat ditemui di kantor KPBB, Jakarta, Jumat (28/6).
Tidak hanya itu, menurutnya, Gubernur Jakarta harus tegas memberlakukan kebijakan uji emisi. Setiap kendaraan yang melintas wajib melakukan pengecekan. Tidak hanya satu tahun sekali, tetapi dalam waktu beberapa bulan, secara berkala.
Ia mengatakan, Gubernur DKI Jakarta dapat meminta bantuan kepada Dirjen Lalu Lintas (Dirlantas) Jakarta, agar mempermudah dalam menerapkan aturan tersebut.
"Uji emisi juga harus dilakukan rutin. Jangan hanya satu tahun sekali. Itu namanya seperti melegakan saja. Biar dikira memang sudah melakukan uji emisi. Bisa lah, Gubernur Jakarta ini bekerja sama dengan Dirlantas," ujarnya.
Safrudin menyarankan agar pemerintah mengakui pencemaran udara sudah menjadi persoalan. Tidak perlu menutupi dengan mengatakan tingkat polusi di Indonesia masih baik-baik saja. Mengingat kualitas udara dalam kategori "sangat tidak sehat".
Lebih lanjut, Safrudin menyarankan kepada pemerintah agar lebih berani mengungkapkan kenyataan bahwa langit Indonesia sudah sangat tercemar. Tidak hanya mengatakan, tingkat polusi di Indonesia masih baik-baik saja. Karena memang pada kenyataannya, kualitas udara di Indonesia sudah dalam kategori 'sangat tidak sehat'.
"Katakan saja yang sebenarnya kepada masyarakat. Toh, mereka juga tidak akan marah. Justru pemeribtah bisa membalikkan kembali pada mereka. Jangan bakar samapah, jangan gunakan empat bahan bakar itu tadi, kendaraanmu sudah diuji emisi atau belum. Begitu," pungkas Safrudin.