Home Ekonomi Atasi Defisit Transaksi, KEIN Sarankan Pengembangan TIK

Atasi Defisit Transaksi, KEIN Sarankan Pengembangan TIK

Jakarta, Gatra.com - Berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI), neraca transaksi berjalan mengalami defisit sebesar US$31,05 miliar. Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), Arif Budimanta, berpandangan, defisit barang dan jasa teknologi informasi dan komunikasi (TIK) atau information and communication technology (ICT) merupakan salah satu penyumbangannya.

“Neraca transaksi [berjalan] negatif disebabkan oleh neraca jasa dan neraca barang ICT, termasuk games, aplikasi, dan termasuk peralatan-peralatan yang menunjang ICT,” ungkapnya.

Menurut Arif, defisit di bidang TIK terjadi akibat ekspor barang dan jasa lebih rendah dibandingkan impor. Komoditas turunan TIK berkontribusi sebesar 41,70% atau senilai US$5,81 miliar berdasarkan dari data UN Comtrade. Dalam sektor TIK, perangkat telepon merupakan kontributor terbesar, yakni 27,07%.

“Jika kita ingin perbaikan jasa di bidang intelektual atau ICT, itu tidak bisa dilepaskan dari pengembangan riset,” ungkapnya.

Arif menyampaikan, Indonesia masih jauh tertinggal dalam hal pengeluaran paten dan riset pengembangan. Ia membandingkan Indonesia yang menempati peringkat jumlah paten ke-97 dunia dengan Singapura yang berperingkat ke-16 atau tertinggi di Asia Tenggara.

Arif mencontohkan kesuksesan Vietnam mengubah defisit di bidang TIK menjadi surplus. Vietnam mulai mengalami surplus komoditas telepon seluler sejak tahun 2010 dan komponen telepon sejak tahun 2017.

Ia menambahkan, kunci keberhasilan ekonomi Vietnam berasal dari kerja sama dengan perusahaan-perusahaan multinasional. Melalui kerja sama tersebut, dimungkinkan transfer teknologi dan pengetahuan.

“Vietnam tidak mengandalkan komoditas pertanian, sekarang mulai masuk teknologi tinggi,” ujarnya.

Selain itu, Arief mengatakan, pengembangan industri dasar petrokimia dan logam sangatlah penting dalam upaya pengembangan produk-produk TIK, khususnya perangkat keras.

Sementara itu, Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB), Nunung Nuryantono, menekankan, pengembangan TIK tidak terlepas dari pembangunan sumberdaya manusia.

“Korea maju salah satunya dari sekolah vokasinya yang luar biasa. Bagaimana fiscal policy mampu meningkatkan human development? Perkembangan industri 4.0 harus diikuti orang-orang yang punya kecakapan seperti itu,” ungkapnya.

Nunung berharap pengembangan TIK ke depannya memiliki peta kerja (road map) yang jelas, baik perangkat lunak (software) maupun perangkat keras (hardware). Selain sumber daya manusia, industri TIK yang terintegrasi sangatlah dibutuhkan.

Pengembangan TIK, lanjut Nunung, sangatlah penting mengingat masyarakat sudah tergantung dengan penggunaan perangkat digital termasuk produk turunan dan fasilitasnya.

“Aplikasi, e-commerce, gadget [gawai] berpengaruh signifikan, kemudian ke transaksi pembayaran, kemudian ke ketahanan makro,” ujarnya.

222