Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agendakan pemeriksaan terhadap tersangka kasus Surat Keterangan Lunas (SKL) atas pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim.
Pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) itu akan diperiksa Jumat, 28 Juni 2019 pukul 10.00 WIB di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan pihaknya sudah mengirimkan surat panggilan kepada pasangan suami istri tersebut. "Surat panggilan untuk dua tersangka tersebut telah dikirimkan ke lima alamat di Indonesia dan Singapura," ujar Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Kamis (27/6).
Lebih lanjut Febri menjelaskan surat panggilan pemeriksaan sudah dilayangkan ke kediaman tersangka di Simprug, Grogol Selatan, Jakarta Selatan.
Kemudian untuk alamat di Singapura, KPK mengirimkan surat panggilan pemeriksaan melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia, keempat alamat, yakni di 20 Cluny Road; Giti Tire Plt. Ltd. (Head Office) 150 Beach Road, Gateway West; 9 Oxley Rise, The Oaxley dan 18C Chatsworth Rd.
"Upaya pemanggilan tersangka juga dilakukan dengan bantuan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB), Singapura," tambah Febri.
Kasus ini merupakan pengembangan perkara dari fakta persidangan terhadap Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung, yang sudah dibuktikan bahwa Sjamsul Nursalim selaku pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) telah melakukan misrepresentasi.
Di mana, Sjamsul memasukan piutang petani tambak Rp4,8 triliun. Sedangkan utang para petani tambak tersebut ternyata piutang macet. Financial Due Diligence (FDD) yang menemukan utang petambak tersebut dalam keadaan macet, kemudian BPPN menyurati Sjamsul untuk menambah jaminan aset sebesar Rp4,8 triliun. Namun, Sjamsul menolak dengan alasan kredit petambak termasuk kredit usaha kecil (KUK).
Karena itu, hakim menilai penolakan itu justru bertentangan dengan Master Settlement Acquisition Agreement (MSAA). Namun, pada April 2004, malah terjadi penandatangan Akta Perjanjian Penyelesaian oleh Syafruddin dengan istri Sjamsul, Itjih Nursalim.
Dengan kata lain, menyatakan pemegang saham telah menyelesaikan seluruh kewajiban sesuai dengan yang diatur di MSAA. Lalu diterbitkanlah Surat Keterangan Lunas SKL-22 untuk Sjamsul Nursalim.
Atas perbuatan tersebut, SJN dan ITN disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.