Home Internasional LP3ES: Belajar Dari Kasus Mursi, Demokratisasi Tidak Instan

LP3ES: Belajar Dari Kasus Mursi, Demokratisasi Tidak Instan

Jakarta, Gatra.com - Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) mengungkapkan pelajaran utama dari kejadian meninggalnya Presiden Mesir pertama yang terpilih secara demokratis, Muhammad Mursi adalah bahwa demokratisasi tidak bisa dilakukan secara instan.

Peneliti LP3ES yang fokus meneliti persoalan Timur Tengah Muhammad Najib menyebut setelah partai dari Ikhwanul Muslimin (IM) menang Pemilu dan kadernya Mursi menjadi Presiden, tidak sabaran untuk menerapkan syariat Islam serta menguasai semua lini kekuasaan di Mesir.

"IM tidak pernah berada di kekuasaan, ketika menang merasa mandat demokrasi di tangan boleh melakukan apa saja. Disini awal kesalahan IM, melakukan islamisasi secara cepat dalam bentuk institusi dan kebijakan politik lalu memonopoli kekuasaan," ungkap Najib berdasarkan penelitiannya, dalam diskusi di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (27/6).

Monopoli kekuasaan oleh IM, kata Najib menyebabkan Partai An Nur dari kalangan Salafi yang sebelumnya mendukung Mursi akhirnya meninggalkan Mursi.

"Begitu pula dari kalangan Al Azhar, IM dianggap intervensi terlalu jauh ke Azhar, dengan mengangkat kadernya jadi rektor atas perintah Presiden. Al Azhar marah, An Nur marah, apalagi partai yang kalah. Dirangkailah itu oleh militer menjadikan IM common enemy di Mesir," tutur Najib.

Lalu akhirnya, Mesir kembali dipimpin oleh Militer dan kembali ke pola otoritarian seperti sebelumnya. Hal tersebut disebut oleh Najib sebagai Frozen Trantsition dimana transisi demokrasi berjalan di tempat atau justru kembali otoriter.

Sementara Direktur LP3ES Fajar Nursahid menyebut bahwa IM gamang karena dalam proses demokratisasi ia juga dituntut melakukan liberalisasi sementara IM tidak bisa melakukan kompromi dalam hal itu.

"Untuk membangun demokrasi di Timur Tengah perlu ada yang disebut oleh Alfred Stepan sebagai twin tolerance atau toleransi kembar, agama dan politik saling menoleransi sebagai bidang yang independen. Stepan menyebut Mursi gagal menjalankannya. Di Tunisia berhasil mengawinkan negosiasi itu," papar Fajar.

Menurut Fajar, toleransi tersebut tidak berjalan ketika IM menjadi pemenang sebab mereka memanfaatkan kekuasaan dengan sebebasnya ditambah Mursi gagal memberikan konsesi kepada lawan politiknya.

Akibatnya, Fajar menyebut Ikhwanul Muslim yang berjalan sendiri mendominasi kekuasaan tidak bisa membangun rekonsiliasi akhirnya berbagai pihak yang tidak mendapatkan kue kekuasaan menjadi tidak sabar untuk mengakhiri kekuasaan Mursi.

"Semua pihak tidak sabar untuk menunggu, Mursi akhirnya diakhiri. Dimanapun, ketika demokrasi gagal dalam konsensus dan rekonsiliasi, Militer akan masuk dan Menunggangi segala motifnya," kata Fajar.

Akhirnya riwayat IM berakhir di Mesir dan kembali menjadi organisasi bawah tanah seperti sebelumnya dan Mursi berakhir tragis meninggal dalam tahanan.

636