Home Internasional Menebak Hasil Pertemuan Trump - Xi di Osaka

Menebak Hasil Pertemuan Trump - Xi di Osaka

KTT G20 di Osaka Jepang akhir pekan ini rawan terdegradasi menjadi pertemuan G2, antara Amerika Serikat dan Cina. Menjelang hari-H, Trump tetap konfrontatif, sedangkan Xi sibuk konsolidasi.


Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Cina Xi Jinping direncanakan akan bertemu di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Jepang pada akhir pekan ini. Pertemuan yang ditunggu-tunggu. Banyak yang berharap ada terobosan penting dari pertemuan ini.

Pertemuan dijadwalkan pada hari kedua KTT yang berlangsung pada 28-29 Juni itu. Begitu tingginya perhatian pada pertemuan dua pemimpin negara yang sedang berperang dagang itu, sampai-sampai KTT G20 yang menjadi ajang resmi diplomasi, kerja sama global negara-negara industri maju dunia, seperti berada di bawah bayang-bayang Trump-Xi.

Untuk mempersiapkan pertemuan itu, pada Senin, 24 Juni lalu, pejabat senior kedua belah pihak kembali membangun komunikasi. Lewat telepon, Wakil Perdana Menteri Cina, Liu He, berdiskusi dengan perwakilan dagang AS, Robert Lighthizer, dan Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin.

Ihwal pembicaraa ini diungkapkan situs Kementerian Perdagangan Cina pada Selasa pagi, 25 Juni. Selain bertukar opini dan pandangan terkait perdagangan, kedua belah pihak sepakat untuk menjaga komunikasi. Menurut Xinhua News Agency, pembicaraan telepon itu atas permintaan pejabat AS.

Kepada Reuters, seorang pejabat senior AS mengatakan bahwa Trump memandang pertemuan dengan Xi sebagai kesempatan untuk melihat di mana posisi Beijing dalam perang dagang. Trump, menurutnya, akan “nyaman dengan hasil apa pun” dari pertemuan itu.

Sikap konfrontatif Trump tidak berubah, bahkan menjelang pertemuan Osaka. Jumat pekan lalu, AS memasukkan lima perusahaan superkomputer Cina ke daftar entitas kontrol dan melarang perusahaan AS memasok komponen untuk Huawei.

Sebelumnya, Trump menetapkan tarif masuk 25% untuk barang-barang Cina senilai US$200 miliar. Dia juga mengancam untuk mengenakan tarif senilai US$325 miliar, yang mencakup semua impor Cina termasuk ponsel, komputer, dan pakaian. Beijing membalas dengan menaikkan tarif barang-barang AS senilai US$60 miliar.

Sementara itu, Presiden Xi Jinping terus melakukan konsolidasi. Di Osaka, Xi akan bertemu dengan Perdana Menteri India Narendra Modi, Presiden Rusia Vladimir Putin, dan para pemimpin kelompok BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan).

Kabarnya, pembicaraan Xi dengan sejumlah pemimpin dunia itu akan difokuskan pada penentangan kebijakan perdagangan “unilateralis” dan “proteksionis” AS. Seperti diketahui, negara-negara yang tergabung dalam BRICS juga direpotkan dengan kebijakan AS.

India, misalnya. Negara ini bersitegang dengan AS gara-gara pemerintahan Trump membatalkan status istimewa India, sebagai penerima manfaat terbesar dari skema yang memungkinkan ekspor bebas tarif hingga sebesar US$5,6 miliar. India lantas membalas dengan menambah tarif lebih tinggi pada 28 jenis produk AS, termasuk almond, apel, dan walnut mulai pertengahan Juni lalu.

Xi juga direncanakan mengadakan pertemuan khusus dengan Perdana Menteri Jepang sehari sebelum KTT G20 berlangsung. Seperti diketahui, Xi menjadi presiden pertama Cina yang mengadakan kunjungan resmi ke Jepang sejak 2010. Hubungan kedua negara itu sebelumnya dingin. Jepang, yang sekutu dekat AS, menguasai pulau kecil di Laut Cina Timur yang juga diklaim Cina.

Ketika Trump mulai berkuasa, kedua belah pihak merasa perlu untuk mengesampingkan konflik itu dan lebih fokus untuk membangun hubungan baru. “Dorongan terbesar untuk menghangatkan hubungan Tiongkok-Jepang adalah kesadaran mereka bahwa Cina dan Jepang perlu bekerja sama satu sama lain secara lebih erat dalam menghadapi perubahan hubungan mereka dengan Amerika Serikat,” kata asisten profesor di Departemen Studi Jepang di Universitas Hong Kong, Victor Teo, seperti dikutip oleh CNBC.

Melihat sepak terjang kedua pemimpin ini, pandangan umum di antara investor Cina yang dikumpulkan Bloomberg menyimpulkan hanya ada sedikit peluang kedua pemimpin mencapai kesepakatan dan menyelesaikan sengketa perdagangan yang terus memburuk setahun terakhir.

Mantan wakil menteri di Kementerian Perdagangan China, Wei Jianguo, meramalkan bahwa Beijing akan menggunakan pertemuan itu untuk memperjelas beberapa prinsip mengenai hubungan bilateral. “Tidak dapat dihindari bahwa Cina dan AS memiliki masalah di bidang-bidang tertentu, tetapi kedua belah pihak harus menyelesaikan masalah melalui dialog dengan pijakan yang sama daripada memilih perang dagang, perang teknologi, atau perang finansial,” kata Wei seperti dilaporkan oleh South China Morning Post.

Trump, yang memulai perang perdagangan tahun lalu, menuntut Cina untuk mengurangi defisit perdagangan besar-besaran lebih dari US$539 miliar. Dia juga mendesak Cina untuk melakukan tindakan yang dapat diverifikasi untuk melindungi hak kekayaan intelektual (IPR), transfer teknologi, dan lebih banyak akses ke barang-barang AS ke pasar Cina.

Tindakan AS mengenakan tambahan tarif pada produk Cina selalu dibalas setimpal. Saling balas ini menyebabkan perang ini semakin rumit dan menimbulkan kerusakan pada kedua belah pihak. Karena itulah, wajar jika pertemuan antara Trump dan Xi di KTT G20 menjadi perhatian dunia.


Rosyid