Jakarta, Gatra.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengeluarkan aturan baru Pajak Penghasilan (PPh) atas penjualan rumah dan apartemen mewah dengan harga di atas Rp30 miliar.
Aturan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 92/PMK.03/2019 tersebut memangkas PPh penjualan sejumlah jenis barang mewah, termasuk rumah, dari 5% menjadi 1%.
Menanggapi PMK ini, Pengamat Properti Aleviery Akbar mengatakan, kebijakan tersebut belum berpengaruh signifikan pada bisnis properti. Apalagi, pasar Rp 20 milyar sampai Rp30 Milyar hanya 1%.
"Artinya, belum bisa mendongkrak pasar yang di bawahnya. Tapi secara psikologis, kalo kita lihat bursa saham, beberapa saham properti naik. Artinya, ada satu perubahan bahwa investor di bursa melihat properti opportunity-nya bagus," katanya ketika dihubungi Gatra.com, Kamis (27/06).
Ia berujar, di sisi lain, lanjutnya, selama ini pertumbuhan properti bersifat stagnan. Market belum berubah dari tahun sebelumnya. Karena itu, ia dapat mengatakan pertumbuhan properti stagnan, bahkan ada yang mengalami penurunan.
"Bisa dibilang pasar yang bergejolak di bawah Rp1 milyar. Faktornya ekonomi, karena Gross Domestic Product (GDP) tidak beranjak dari sekitaran 5 % saja," ungkapnya.
Jika dibandingkan 2016, tambahnya, GDP berada di atas 6%, sehingga berdampak pada pertumbuhan bisnis properti.
"Jadi faktor-faktor ekonomi-lah yang paling mempengaruhi sektor properti," pungkasnya.