Home Gaya Hidup Pengamat: Pariwisata Halal Bukan Pariwisata Eksklusif

Pengamat: Pariwisata Halal Bukan Pariwisata Eksklusif

Jakarta, Gatra.com - Peneliti Departemen Pariwisata Universitas Gadjah Mada (UGM) Intan Purwandani Ghofur menyebut terjadi kesalahpahaman terkait Pariwisata Halal oleh pemangku kebijakan maupun publik secara umum.

"Narasi Pariwisata Halal di Indonesia semakin hari seolah semakin tidak terkendali. Pernah menjadi bahasan politik hingga masuk ke diskusi yang menjadi polemik di tengah masyarakat. Jangan sampai wacana pariwisata halal yang tujuan awalnya adalah 'catering to Muslim tourist needs to create tourism inclusiveness' malah menjadikan pariwisata halal justru pariwisata ekslusif," kata Intan yang merupakan alumni Wageningen University Belanda, kepada Gatra.com melalui pesan tertulis, Kamis (27/6)

Intan menyebut kesalahpahaman tentang Pariwisata Halal yang belakangan terjadi justru membuat wisatawan dengan interpretasi dan pemahaman yang berbeda merasa tidak nyaman dan tereksklusi. "Itu karena overdosis penerapan pariwisata halal yang kurang berbasis riset," tandas Intan.

Intan memaparkan tujuan awal dari Pariwisata Halal adalah membentuk pariwisata yang inklusif. "Semangat yang sama yang diusung untuk memberikan akses kepada disable untuk berwisata. Maka dengan merespon adanya permintaan dari wisatawan muslim akan kebutuhan produk dan servis yang halal, munculah apa yang disebut pariwisata halal," kata Intan.

Hingga sekarang, Intan menyebut konsep Pariwisata Halal masih terus berkembang dan menjadi diskusi di ranah akademik. Dimana ada hal yang berbeda antara pariwisata halal atau halal tourism dengan muslim-friendly tourism, islamic tourism, hingga sharia tourism.

"Meski hampir keseluruhannya menggunakan pedoman Islam yang merujuk pada Qur’an dan Sunnah, di sinilah kemudian letak diskusi mulai muncul. Dimana interpretasi terhadap Halal mulai bervariasi. Belum ada kesepakatan yang universal bagaimana level halal ini dapat diimplementasikan pada produk dan servis di pariwisata," ungkap Intan.

Intan memberi masukan kepada pemangku kebijakan dan stakeholder agar memperhatikan aspek sosial budaya dan masukan dari masyarakat setempat termasuk pendapat wisatawan baik yang muslim maupun non-muslim. "Sebab pasar halal bisa jadi bahkan justru bukan hanya untuk muslim saja," katanya.

Intan mencontohkan bentuk kesalahpahaman tentang Pariwisata Halal terjadi beberapa waktu lalu dalam wacana pemisahan wisatawan perempuan dan laki-laki di Gunung Rinjani yang kemudian ditunda setelah pemberitaannya viral dan ramai jadi perbincangan.

"Ini justru terlihat unik menurut saya jika narasi halal justru disibukkan ke ranah pemisahan ini, padahal yang nampak di depan mata menjadi salah satu aspek halal malah justru belum tersentuh, misalnya seperti masalah sampah di destinasi baik di gunung maupun pantai. Jika bersih dan tidak menjijikan adalah bagian dari halal, mengapa ranah ini tidak digemborkan sebagai bentuk implementasi wisata halal?" pungkas Intan.

485