Semarang, Gatra.com - Musim kemarau menjadi waktu paceklik bagi para nelayan Tambak Lorok Semarang. Selain itu, kondisi gelombang yang tidak menentu juga membuat mereka kelimpungan untuk menghidupi keluarga mereka.
Salah satu nelayan Tambak Lorok, Junaidi, mengemukakan, kondisi tersebut dirasakan sejak Mei. Sementara, kebutuhan pokok harus terpenuhi setiap harinya. "Musimnya lagi sepi, hasilnya enggak ada. Nelayan ya cuma berangkat saja. Hasilnya cuma buat makan dan bayar solar," katanya saat ditemui Gatra.com di Dermaga Kampung Bahari Tambak Lorok Semarang, Rabu (26/6).
Ia mengaku, musim kemarau tidak semua ikan bisa didapat. Terkadang, saat berada di tengah laut, ia pulang tidak membawa hasil ikan. "Mulai subuh kita berangkat melaut, pulangnya bisa pukul 14.00 atau sore. Tinggal hasilnya seperti apa, kalau tidak ada, jam 10 sudah dirumah," ujarnya.
Menurutnya, nelayan hampir sama dengan petani, yang bekerja tergantung pada cuaca. Pada saat musim kemarau tiba, penghasilan mereka akan menurun. "Kalau musimnya lagi bagus, biasanya bisa mendapat hasil Rp500 ribu sekali berangkat. Kalau sekarang, Rp150 ribu sudah bagus, Rp100 ribunya beli solar, Rp50 ribu buat makan," ucapnya.
Bapak dua anak tersebut mengaku tak lebih beruntung daripada rekan-rekannya. Sebab, setiap tahunnya musim kemarau selalu dibarengi dengan Tahun Ajaran Baru anak sekolah.
"Apalagi ini tambah musim kenaikan sekolah, dan mencari sekolah baru. Kita juga bingung. Ya ngisi kegiatannya main sekak, memperbaiki jaring, atau kapal, kalau di rumah juga tidak enak," ujarnya.
Ia berharap, pemerintah dapat segera bisa membantu para nelayan. "Semoga ada bantuan dari pemerintah, paling tidak sembako, kalau musim paceklik seperti ini memang susah," ucapnya.