Home Politik KontraS: Dilema Salah Tangkap, Berakhir Damai di Kepolisian

KontraS: Dilema Salah Tangkap, Berakhir Damai di Kepolisian

Jakarta, Gatra.com - Kasus salah tangkap yang berujung pada tindak penyiksaan oleh aparat kepolisian kerap kali terjadi. Korban salah tangkap ini kemudian dilepaskan setelah tidak ada cukup bukti.

Kepala Divisi Pembelaan HAM KontraS, Raden Arif Nur Fikri mengaku akan terus memantau dan melakukan pendampingan kepada sejumlah warga yang jadi korban salah tangkap. 

"Nah yang jadi persoalan pada saat kita melakukan proses pendampingan terhadap korban, kita juga melakukan proses investigasi terkait kasusnya korban. Justru korban ini tidak mau melaporkan tindak pidana atau melaporkan kasus peristiwa penyiksaan," kata Arif, dalam paparan laporan situasi dan kondisi tindak penyiksaan di Indonesia selama satu tahun terakhir di Bakoel Koffie, Jakarta, Rabu (26/6).

Arif menjelaskan ketika pihaknya menanyakan alasan korban enggan melapor, ternyata disebabkan adanya perjanjian damai yang dilakukan pihak kepolisian. Salah satu poin yang tercantum dalam perjanjian itu adalah korban tidak akan melakukan pelaporan atau menuntut secara pidana.

"Saya meyakini bahwa perjanjian atau pun, surat perdamaian ini dilakukan secara sepihak oleh aparat kepolisian," ujarnya.

Di beberapa kasus, lanjut Arif, surat perjanjian yang dibuat aparat kepolisian ini bisa merubah proses hukum. Pelaku tindak penyiksaan yang seharusnya membayar ganti rugi, malah memaksa korban untuk membuat surat perjanjian kerjasama.

"Ketika polisi juga main menyodorkan surat perjanjian, ini juga jadi problem tersendiri. Di mana proses hukum yang seharusnya si pelaku membayar ganti kerugian, tapi justru dipaksa untuk membuat surat perjanjian dan kerjasama terkait dengan ganti kerugian dan sebagainya," jelas Arif.

82

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR