Home Ekonomi Kementan Terjunkan Tim Penanganan Kekeringan Lahan Pertanian

Kementan Terjunkan Tim Penanganan Kekeringan Lahan Pertanian

Jakarta, Gatra.com - Kementerian Pertanian (Kementan) telah melakukan berbagai langkah strategis untuk mengantisipasi kekeringan lahan pertanian di sejumlah daerah. Langkah tersebut, di antaranya menerjunkan tim penanggulangan kekeringan di wilayah sentra produksi padi.

Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy, di Jakarta, Rabu (26/6), menyampaikan, dalam menjalankan tugasnya, tim ini berkoordinasi dan bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat maupun Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"Mereka akan bekerja sama untuk memetakan potensi permasalahan kekeringan di sejumlah daerah dan menyiapkan solusi berupa 'penggelontoran' air dari bendungan,” kata Sarwo dalam keterangan tetulis.

Tim ini diharapkan melakukan identifikasi ke wilayah yang terdampak kekeringan. Apabila masih terdapat sumber air (air dangkal), maka tim ini mendorong Dinas Pertanian setempat untuk mengajukan bantuan pompa air kepada instansi terkait.

Salah satu penyebab kekeringan di lahan-lahan pertanian, menurut Sarwo, adalah sistem pengairan air yang terhambat. Kementan telah berupaya membenahi tata kelola air dengan memfasilitasi pembangunan infrastruktur air untuk lahan pertanian selama 3 tahun terakhir.

"infrastruktur ini dapat meminimalisir dampak kekeringan di areal pertanian. Setidaknya 3,1 juta hektare lahan dapat merasakan dampaknya," ungkap Sarwo.

Sebelumnya, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan semua pihak mewaspadai potensi kekeringan akibat musim kemarau. Berdasarkan pemantauan BMKG, sebanyak 35% wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau.

Untuk meminimalisir kerugian petani yang lahannya terkena dampak kekeringan, Sarwo menyebutkan, pihaknya memfasilitasi Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP). Asuransi ini memungkinkan petani mendapatkan ganti rugi apabila terdampak musibah kekeringan maupun banjir. "Fasilitas ini supaya tidak mengganggu produksi pangan nasional nantinya," ucapnya.

Untuk mendapatkan AUTP, Sarwo menyebutkan, petani cukup membayar premi Rp36 ribu per hektare per musim. Tarif tersebut dinilainya dapat dijangkau oleh para petani. Mereka bisa mendapatkan ganti hingga Rp6 juta per hektare apabila sawahnya mengalami salah satu dari kondisi berikut, yakni terkena dampak kekeringan, banjir atau serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT).

Berdasarkan catatan Kementan, jumlah petani yang terdaftar sebagai peserta AUTP terus menunjukkan tren positif sejak 2 tahun terakhir. Pada 2017, luas lahan yang didaftarkan petani mengikuti AUTP adalah 997.961 hektare dengan klaim kerugian tercatat 25.028 hektare.

"Tahun 2019 ini, kami targetkan lahan yang diasuransikan bisa mencapai 1 juta hektare. Kami terus dorong petani untuk mengikuti AUTP,” kata Sarwo.

Antisipasi Pengamanan Produksi Musim Tanam 2019

Selain berupaya menata pengelolaan air, Kementan juga turut berkonsentrasi dalam mengamankan produksi tanaman pangan pada Musim Tanam 2019.

"Kami secara kontinu mengedukasi petani untuk berbudidaya tanaman dengan baik, sesuai iklim dan kondisi setempat, antara lain melalui pemilihan komoditas, varietas spesifik lokasi, pengaturan waktu tanam, pola tanam, teknik bercocok tanam, dan pengaturan ketersediaan air," kata Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Edy Purnawan, dalam kesempatan terpisah.

Untuk daerah rawan kekeringan, Kementan telah menyiapkan varietas yang berumur genjah dan toleran terhadap kekeringan, seperti Inpari 38, Situpatenggang, Limboto, Situbangendit, dan varietas lokal lainnya yang memiliki sifat toleran terhadap kekeringan.

Selain itu, sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan budidaya tanaman secara spesifik lokasi, Edy menyebutkan, Kementan telah menyebarkan informasi prakiraan iklim musim kemarau 2019.

"Kami memiliki aplikasi KATAM atau Kalendar Tanam Terpadu yang dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam bercocok tanam. Aplikasi ini bisa diakses melalui website Balitbangtan [Badan Litbang Pertanian]," terangnya.

Pada daerah yang memiliki sifat hujan di Bawah Normal (BN), terutama di Provinsi Aceh, Sumut, Riau, Jambi, Sumsel, Lampung, Jabar, Jatim, NTT, Kalteng, Sulut, Sulsel, Sultra, Malut, dan Papua, perlu dilakukan upaya antisipasi terjadinya kerusakan tanaman akibat kekeringan dan serangan OPT.

“Untuk daerah yang memiliki sifat hujan di bawah normal, kami telah antisipasi dengan pembuatan sumur suntik, pembuatan penampungan untuk panen air dan pembuatan biopori," kata Edy.