Jakarta, Gatra.com - Berdasarkan laporan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Sumatera Utara jadi provinsi paling dominan terjadinya tindak penyiksaan selama satu tahun terakhir.
Selain Sumatera Utara, menurut Biro Penelitian, Pemantauan, dan Dokumentasi KontraS, Rivanlee Anandar, ada empat wilayah lain yang jadi titik tindakan penyiksaan.
"Ada Aceh, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Masing-masing provinsi memiliki karakteristik tersendiri mengenai alasan di daerah tersebut terjadi penyiksaan," ujarnya di Jakarta, Rabu (26/6).
Perebutan Sumber Daya Alam (SDA) di Sumatera Utara (Sumut) dan Sulawesi Selatan (Sulsel) menjadi faktor utama terjadinya tindakan penyiksaan. Tercatat sebanyak 14 kasus di Sumut, dan enam kasus di Sulsel terjadi selama satu tahun terakhir.
Berbeda dengan Sumut dan Sulsel, di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Papua, kasus tindakan penyiksaan cenderung terjadi di lokasi-lokasi perbatasan. Enam kasus terjadi di NTT dan lima kasus terjadi di Papua.
"Di Aceh ada qanun (Peraturan Daerah Aceh -red) dan lain-lain, serta faktor-faktor yang masih mendukung hukuman cambuk dan sejenisnya," jelas Rivanlee.
Tercatat adanya lima kasus tindakan penyiksaan di Aceh selama satu tahun terakhir. Berdasarkan data yang dihimpun KontraS, terdapat 226 korban luka-luka yang terdiri dari 173 orang laki-laki dan 53 orang perempuan dalam kasus tindakan penyiksaan di Aceh ini.