Jakarta, Gatra.com - Pemerintah dinilai serius melakukan perluasan pasar ekspor di tengah perekomian global yang sedang melambat akibat perang dagang Amerika Serikat-Cina. Beberapa perjanjian perdagangan bilateral baru ditandatangani Indonesia dalam dua tahun terakhir ini.
Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus menilai perjanjian perdagangan tersebut dapat mendongkrak ekspor dan neraca perdagangan. Namun perlu diantispasi timbal balik impor yang semakin deras.
“Baru kali ini gencar lagi penetrasi pasar baru ekspor Indonesia. Ini di satu sisi positif. Tapi, harus diantisipasi juga timbal balik impor dari mitra dagang,” ungkap Heri di Jakarta, Rabu (26/6).
Heri menambahkan perlu ada penguatan di bidang manufaktur dalam negeri. Dengan demikian, produk Indonesia bisa bersaing dengan barang-barang impor yang dikirim oleh mitra dagang.
Hal serupa disampaikan Ekonom Universitas Indonesia (UI), Lana Soelastianingsih. Pemerintah serius melakukan perluasan pasar, meski masih minim dirasakan pengaruhnya terhadap peningkatan ekspor.
“Itu patut diapresiasi, karena yang namanya market diversification is a must, suatu keharusan. Diversifikasi produk pun is a must, suatu keharusan,” ujar Lana.
Diketahui, ekspor Indonesia di bulan Mei tercatat sebesar US$14,74 miliar, naik 12,42% dibandingkan bulan April 2019. Namun dibandingkan Mei tahun lalu, nilainya masih minus -8.99%.
Di sisi lain, nilai impor menurun 17,71% secara tahunan. Besarannya pada Mei 2019 berada di angka US$14,53 miliar. Dengan kondisi tersebut, neraca dagang Indonesia tercatat surplus US$0,21 miliar.