Jakarta, Gatra.com- Aktivis yang tergabung dalam Koalisi untuk Keadilan Energi dan #BersihkanIndonesia menggelar aksi damai di depan Kedutaan Besar Jepang di Jakarta, Rabu (26/6). Aksi damai tersebut dilaksanakan untuk menyerukan agar Jepang, sebagai tuan rumah KTT G-20 tahun ini, dapat menunjukan keberpihakan terhadap masalah iklim dan lingkungan dengan menghentikan pendanaan proyek energi kotor khususnya di Indonesia.
Manajer Kampanye Iklim Eksekutif Nasional WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), Yuyun Harmono mengatakan negara-negara G-20 belum mempunyai komitmen dalam memerangi penggunaan energi kotor. Lebih lanjut, Yuyun mengatakan Negara G-20 seperti Jepang harusnya menunjukan kepemimpinan iklim dengan berkomitmen untuk menghentikan proyek-proyek energi kotor.
"Kami ingin melihat komitmen yang lebih strategis, lebih politis, dan sifatnya mandatori. Bukan hanya bagus diatad kertas, tetapi tidak sesuai dengan implementasi sebenarnya yang ada di lapangan," Ungkap Yuyun saat ditemui di depan Kedutaan Besar Jepang, Thamrin, Jakarta, Rabu (26/6).
Lebih lanjut, Yuyun juga mengatakan bahwa aksi damai ini kedepannya bisa menyuarakan penghentian pendanaan proyek energi kotor. Protes ini kedepannya tdiak hanya akan ditujukan kepada Jepang, penyuaraan penghentian pendanaan proyek energi kotor juga di tujukan kepada negara lain seperti Korea Selatan dan Cina yang juga menjadi negara pendana terbesar proyek energi kotor tersebut.
"Kedepan kita akan terus mendorong supaya tidak hanya Jepang, namun juga Korea Selatan dan Cina, karena mereka juga Merupakan penyumbang dana terbesar proyek energi kotor di Asia untuk menghentikan pendanaan untuk energi kotor ini," ungkap Yuyun.
Dalam aksi tersebut aktivis membentangkan spanduk yang bertuliskan "Japan, Stop Funding Coal & Fossil Fuels". Aktivis juga secara bergantian menyatakan pendapat terkait bahayanya industri batu bara dari hulu tambang batu bara hingga ke hilir di PLTU-PLTU batu bara, serta urgensi dari transisi ke energi batu bata ke energi bersih terbarukan yang berkeadilan dengan perspektif pemulihan.