Sleman, Gatra.com - Anak-anak autis di Sekolah Khusus Autis Bina Anggita, Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dikenalkan ke makanan sehat dan bergizi, sejak April lalu. Program ini merupakan langkah sejumlah mahasiswa Universitas Gadjah Mada mengembangkan Kelas Pintar Gizi (KPG) untuk mengatasi masalah gizi anak-anak autis.
“Kelas Pintar Gizi ini untuk mengedukasi anak-anak autis. Sebelumnya ruang makan di sekolah itu kosong. Jadi anak-anak biasa makan buru-buru. Nah, kalau ada ruang buat belajar jadi bisa mengenalkan makanannya,” ujar Ketua KPG UGM Nadia Yasmine pada Gatra.com, Senin (24/6).
Nadia menyebut timnya pertama kali terbentuk pada September 2018. Selain Yasmine, ada Safira Tasya Amelia dan Rafidah Fawwazia Hidayat, mahasiswa Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM. Ada pula Muklas Rahmanto dan Rattyasta Rahumung Mardika dari Sekolah Vokasi UGM.
Baca Juga: Game Kreasi Mahasiswa UGM Ini Bikin Anak Tak Takut Minum Obat
Mereka gelisah terhadap asupan gizi anak-anak autis. Menurut Nadia, banyak anak autis memiliki masalah pola makan, terutama konsumsi makanan dengan banyak kandungan gula dan gluten, penyebab hiperaktif mereka.
Untuk itu, Nadia menjelaskan, KPG melakukan lima tahap kegiatan. Pertama pengenalan buah dan sayur kepada anak-anak autis dengan meraba, melihat, merasakan buah dan sayur secara langsung. Tim KPG mengajak anak-anak autis untuk mewarnai serta mendeskripsikan buah dan sayur.
Tahapan kedua adalah pengenalan status gizi meliputi pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar lengan. Tim KPG melibatkan anak-anak autis itu untuk mengetahui perkembangan gizi mereka sendiri.
Tahapan ketiga dan keempat adalah sosialisasi daring kepada orangtua mengenai diet khusus bagi anak autis dan informasi alternatif pangan sehat dan sederhana. Tim KPG membagikan materi dan melakukan tanya jawab melalui grup aplikasi pesan dengan para orang tua.
Tahapan kelima merupakan praktik Kelas Pintar Gizi di ruang makan Sekolah Bina Anggita. Ruangan tersebut diisi pelbagai mainan edukatif khusus untuk anak autis seperti puzzle, kertas lipat, dan buku.
Baca Juga: Sebanyak 4800 Balita Di Bantul Menderita Stunting
Nadia mengatakan program ini tak menemui banyak kendala. Tim hanya mengalami keterbatasan waktu untuk berdialog dengan orang tua anak autis karena kesibukan mereka. “Anak-anak autis ini istimewa, jadi membutuhkan perlakuan yang juga istimewa. Perlu kesabaran untuk merawat mereka,” ucap Nadia.
Di sekolah autis di Bantul, tim KPG mengedukasi sekitar 60 anak autis. Tim mendapat pendanaan dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi melalui skema Program Kreativitas Mahasiswa. Selain itu mereka juga menghimpun dana melalui donasi yang dikampanyekan secara daring.
Nadia berharap melalui Kelas Pintar Gizi, guru yang telah mendapat pembekalan pedoman makanan sehat bagi anak autis dapat terus aktif menerapkannya. Ia juga sangat berharap program serupa dapat masuk ke kurikulum pendidikan sehingga anak-anak autis mendapat pendidikan gizi yang tepat.
“Program ini dapat diterapkan di sekolah autis lainnya. Karena pembelajaran mengenai gizi autis perlu diberikan kepada anak dan orangtua. Sehingga masalah munculnya gejala tantrum pada anak autis dapat diminimalkan dengan die dan kesadaran gizi bagi anak autis bisa meningkat,” ujar Nadia.
Reporter: Thovan Sugandi