Semarang, Gatra.com - Nikah Siri tidak mempunyai nilai ketahanan keluarga karena tidak memenuhi aspek landasan legalitas, tidak sah menurut negara dan agama.
Hal ini disampaikan dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Dr. Moch. Fauzi, M.Ag dalam diskusi Ketahanan Keluarga yang diadakan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Jawa Tengah di ruang Bromo Hotel Grand Arkenso Semarang Senin (24/6).
Menurut Fauzi, nikah siri sebenarnya merugikan perempuan karena dalam pernikahan tersebut tidak dicatat dalam buku nikah yang diakui oleh negara. "Dalam konteks agama, nikah siri itu juga tidak sah karena dinilai tidak membawa kemaslahatan manusia," kata Fauzi kepada Gatra.com.
Fauzi menerangkan, berdasarkan maslahah mursalah yaitu salah satu metode penetapan hukum Islam yang tidak ada ketentuan baik dalam Alquran dan hadis, nikah siri itu cenderung merugikan salah satu pihak. "Ini merupakan salah bentuk metode ijtihad dalam menilai hukum dalam nikah siri, karena di situ ada kemaslahatan manusia," katanya.
Berbagai macam persoalan ketahanan keluarga mengemuka dalam diskusi yang di pandu oleh Yulianto dari Setara Semarang. Kepala Dinas DP3AAP2KB Dra Retno Sudewi Apt MM, misalnya, mengatakan bahwa berbagai masalah kehidupan keluarga selama dasawarsa terakhir ini antara lain, permasalahan sosial, budaya, degradasi moral, dan kualitas pendidikan anak.
"Sebagai contoh permasalahan sosial anak seperti kenakalan kriminal, asusila, pergaulan bebas," kata Retno kepada Gatra.com
Oleh karena itu, kata Retno, berbagai permasalahan itu perlu didiskusikan bersama untuk mencari jalan keluar melalui pembentukan Tim Pembina Ketahanan Keluarga Daerah (TPK2D) Jawa Tengah. Menurutnya, pembentukan tim itu bertujuan untuk mengoordinasikan dan pengintegrasian rencana pembangunan ketahanan keluarga dalam dokumen perencanaan pembangunan di daerah.
Selain itu, kata Retno, untuk mengoordinasikan pelaksanaan pembangunan ketahanan keluarga di daerah mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan kegiatan pembinaan pembangunan ketahanan keluarga.
Retno berharap, para peserta diskusi dapat membentuk TPK2D dan menyusun langkah-langkah konkret yang harus dilakukan setelah TPK2D ini terbentuk, sehingga nantinya dapat mewujudkan kualitas keluarga serta mengupayakan harmonisasi dan sinkronisasi pelaksanaan pembangunan ketahanan keluarga.