Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Anggota Komisi VII DPR, Muhamad Nasir, untuk menjalani pemeriksaan dalam kasus dugaan suap kerja sama pengangkutan pupuk antara PT Humpuss Transportasi Kimia (PT HTK) dan PT Pupuk Indonesia Logistik (PT Pilog).
"Muhamad Nasir, Anggota DPR Komisi VII saksi untuk tersangka IND [Indung]," kata Febri Diansyah, juru bicara KPK dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (24/6).
Selain saksi dalam kasus dugaan suap terkait kerja sama pengangkutan pupuk tersebut, penyidik KPK akan meminta keterangan dari saksi Muhamad Nasir soal penerimaan lainnya terkait jabatan.
Untuk membongkar kasus suap dan penerimaan lain terkait jabatan tersebut, tim penyidik KPK juga memanggil Subagyo selaku Ketua panitia pengadaan penyelenggara lelang gula kristal rafinasi.
Baca juga: KPK Panggil Dua Anggota Komisi VI DPR dalam Kasus Suap Pengangkutan Pupuk
Dalam kasus ini, KPK mengendus ada penerimaan gratifikasi lain yang diterima Bowo Sidik. Bahkan nama Mendag Enggartiasto Lukita juga ikut terseret. Tim penyidik KPK telah menggeledah kantor dan rumah Enggar pada Selasa (30/4).
Kabarnya, salah satu sumber dana gratifikasi yang diterima oleh tersangka Bowo Sidik dari pihak Kemendag. Disinyalir ada hubungannya dengan penyusunan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) terkait Perdagangan Gula Kristal Rafinasi (GKR).
"Ada bagian dari uang yang diterima oleh BSP [Bowo Sidik Pangarso] yang diduga merupakan gratifikasi yang terkait dengan proses pembahasan atau pengaturan atau proses lelang gula kristal rafinasi itu yang perlu kami dalami dan perlu kami klarifikasi lebih lanjut," ungkap Febri.
Sementara untuk perkara utamanya, KPK menduga Bowo bersama Staf PT Inersia, Indung, menerima suap dari Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (PT HTK), Asty Winasti (AWI). Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan suap terkait kerja sama pengangkutan pupuk melalui pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PT Pilog) dengan PT HTK.
KPK mengidentifikasi adanya pemberian suap dari Asty kepada Bowo agar dapat membantu PT HTK supaya kembali mendapat perjanjian penggunaan kapal-kapalnya untuk distribusi pupuk dari PT Pilog. Bowo bersedia melakukan itu setelah sepakat mendapat US$2 per metrik ton.
Tim Satgas KPK mendapati uang sejumlah Rp8 miliar pecahan Rp20.000 dan Rp50.000 yang sudah dimasukkan ke dalam sekitar 400.000 amplop dan dimasukkan ke 84 kardus di kantor PT Inersia, perusahaan milik Bowo Sidik Pangarso. Uang ini yang diduga dikumpulkan oleh Bowo untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019.
Baca juga: KPK Tahan Markus Nari terkait Korupsi e-KTP
KPK menduga uang yang diterima Bowo dari PT HTK adalah sejumlah Rp1,5 miliar. Kemudian sekitar Rp89,4 juta merupakan uang yang disita saat operasi tangkap tangan (OTT). Sehingga uang yang diterima Bowo dari PT HTK adalah sekitar Rp1,6 miliar. Sementara sisanya sejumlah Rp6,5 miliar diduga berasal dari gratifikasi atau penerimaan-penerimaan Bowo dari sejumlah pihak.
KPK menyangka Bowo Sidik Pangarso dan Indung selaku penerima suap diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan Asty Winasti disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.