Jakarta, Gatra.com - Selama tiga puluh tahun, dodol asli betawi "Nyak Mai" masih bertengger di pasar Jakarta. Bagi Syamsuddin, sebagai pembuat dodol generasi keempat, dirinya mengaku tak pernah bosan mengelola bisnis yang sudah turun-temurun ini.
"Enggak boleh bosan sama usaha sendiri. Malah kalau bisa kita kembangin," ujar Syamsuddin saat ditemui di acara Festival Kuliner Betawi Tempo Doeloe, Setu Babakan, Jakarta Selatan, Minggu (23/6).
Syamsuddin menambahkan, selama ini ia memasarkan produknya di warung sekitar saja. Selama produksi, Syamsuddin mampu memproduksi satu kuali setiap harinya. Namun, untuk momen spesial seperti Hari Raya dan ulang tahun DKI Jakarta kali ini, ia bisa buat sampai empat kuali.
"Satu kuali dapat 200 bungkus," papar pria berusia 40 tahun itu.
Lebih lanjut, Syamsuddin mengatakan dodolnya hingga kini, masih mendapat tempat di hati masyarakat. Ia mengaku, banyak yang menyukai dodolnya lantaran masih memegang resep dan sajian original selama 30 tahun.
"Masih (dinikmati) banget. Ini kita kan original, dari bahan baku, proses pembuatannya. Kita enggak pakai rasa-rasa lain," terangnya.
Soal memodernkan produk, Syamsuddin mengaku masih merasa cukup dengan pola pemasaran selama 30 tahun ini.
"Kalau (jual ke) mal itu kan pakai barcode, kalau dodol tradisional gini enggak ada. Kemasan juga enggak berubah, dari dulu kayak gini aja," kata Syamsuddin.
Sebelumnya, Syamsuddin merupakan satu di antara partisipan Festival Kuliner Betawi Tempo Doeloe 2019, yang digelar di Setu Babakan, Jakarta Selatan, Minggu (23/6). Syamsuddin ditunjuk untuk mendemonstrasikan pembuatan dodol betawi.
Dalam demonstrasinya, Syamsuddin membuat satu kuali dodol di stan. Ia juga mempersilakan pengunjung dan awak media untuk mengaduk dodol buatannya. Dodolnya itu sendiri harus diaduk tanpa henti selama 7-8 jam, setelah itu baru dibungkus dan dihidangkan.