Yogyakarta, Gatra.com – Warga Daerah Istimewa Yogyakarta merasakan suhu udara di malam hari amat dingin beberapa hari ini. Badan Meteorologi, Klimatogi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan kondisi ini berlangsung hingga Agustus 2019.
Angin monsoon dingin Australia dan tutupan awan yang tipis menjadi dua penyebabnya. Keterangan ini disampaikan Kepala Kelompok Data dan Informasi BMKG Stasiun Klimatologi Mlati DIY Etik Suryaningrum saat dihubungi Gatra.com pada Sabtu (22/6).
“DIY sudah memasuki musim kemarau pada pertengahan April dan terus mengalami penguatan periodik setiap bulan,” katanya.
Musim kemarau diprediksi mencapai puncaknya pada Agustus nanti. Bersamaan dengan itu, warga akan merasakan hawa dingin berkisar 20-21 derajat Celcius setiap malam dan hawa panas 30-31 derajat Celcius pada siang hari.
Baca Juga: Gunungkidul Gagal Panen Padi 400 Hektar karena Kekeringan
Ia mengatakan kondisi ini sebenarnya wajar saja ketika memasuki musim kemarau. Ada dua penyebab utama suhu pada malam dan siang hari begitu kontras.
“Pertama yaitu hadirnya angin monsoon dingin Australia yang bersifat dingin dan kering. Angin ini menggambarkan kondisi sesungguhnya suhu Australia saat ini yang memasuki musim dingin,” terangnya.
Penyebab kedua adalah sedikitnya tutupan awan yang tak sebanyak saat musim hujan. Radiasi sinar matahari ke bumi pun langsung dipantulkan kembali.
"Dengan kelembaban yang rendah dan tidak adanya awan yang menyerap, radiasi sinar matahari lepas begitu saja ke angkasa dan menyebabkan suhu dingin. Biasanya kondisi ini akan berakhir ketika memasuki musim hujan di awal Oktober,” jelasnya.
Baca Juga: Sultan HB X: Tidak Mudah Atasi Kekeringan di Gunungkidul
Memasuki musim kemarau, Etik mengimbau masyarakat DIY berhemat air untuk konsumsi dan pertanian. Warga juga diimbau menjaga kesehatan tubuh menghadapi suhu ekstrem di siang dan malam hari dengan cara mengurangi kegiatan luar ruang.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bantul Dwi Daryanto mengatakan pihaknya sudah menerima laporan permintaan air dari delapan kecamatan.
“Kekeringan ini terjadi setiap tahun karena wilayahnya berada di perbukitan. Tahun ini kami menyiapkan anggaran Rp40 juta untuk droping air dan dibantu CSR beberapa perusahaan,” terangnya.
Wilayah perbukitan di Kecamatan Dlingo, Imogiri, Pajangan, Pundong, dan Piyungan disebut mengalami kekeringan parah. Adapun kekeringan di wilayah Kecamatan Pajangan, Pandak, dan Sewon tidak separah di lima kecamatan tersebut.