Jakarta, Gatra.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menanggapi keluhan dari orang tua murid berprestasi, mengenai sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2019. Protes paling ramai sebenarnya hanya terjadi di Jawa Timur.
“Sebetulnya hanya Jawa Timur saja yang ramai,” ujar Muhadjir di Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Senayan, Jakarta, Jumat (21/6).
Namun, Muhadjir memastikan kajian ulang terhadap sistem zonasi akan berjalan sebagaimana yang diarahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Agar berjalan maksimal, Kemendikbud terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan beberapa kepala daerah.
Seperti, lanjut Muhadjir, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.
“Sesuai dengan saran beberapa kepala daerah, termasuk diskusi saya dengan Bu Khofifah, Pak Ganjar, dan Pak Ridwan yang sebenarnya tidak ada masalah. Baru setelahnya kita ambil kebijakan sesuai dengan arahan Presiden,” lanjut Muhadjir.
Lebih lanjut, Muhadjir tidak ingin membicarakan soal sanksi. Menurutnya lebih baik melaksanakan evaluasi dengan sebaik-baiknya terlebih dahulu. “Nanti malah nakut-nakutin orang malah gak bagus, dengan asumsi semua mentaati saja,” tukasnya.
Jalur zonasi dalam PPDB 2019 dituangkan dalam Permendikbud No.51/2018. Sistem ini mengharuskan calon peserta didik agar memilih pendidikan atau sekolah yang paling dekat dengan domisili. Peserta didik bisa memiliki opsi maksimal tiga sekolah, dengan catatan sekolah tersebut masih memiliki slot siswa dan berada dalam wilayah zonasi siswa.
Sistem ini kemudian diprotes oleh orang tua di Surabaya, Jawa Timur karena dianggap membatasi peserta didik berprestasi untuk memilih sekolah terbaik. Demonstrasi pun dilakukan menuntut agar pemerintah menghapus sistem ini. Presiden Joko Widodo juga mengakui sistem ini menimbulkan banyak masalah dan meminta Mendikbud mengkaji ulang sistem zonasi dalam PPDB 2019.