Jakarta, Gatra.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut langkah Polri menarik Irjen Firli sebagai Direktur Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menghargai upaya penyidikan yang dilakukan KPK.
Jendral bintang dua ini ditenggarai melanggar kode etik KPK yang tengah gencar memburu koruptor. Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol. Dedi Prasetyo membantah pernyataan ini. Penarikan Irjen Firli tersebut sudah sesuai prosedur yang ada.
"Semua sudah sesuai prosedur. KPK dan Polri tetap solid dalam memberantas korupsi," jelasnya kepada Gatra.com, Jumat (21/6).
Seperti diketahui, peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai, polisi telah mempertontonkan sikap tidak berpihak pada pemberantasan korupsi karena tidak serius dalam mengusut dugaan pelanggaran etik.
"Polri kali ini semakin menunjukkan ketidakberpihakan pada pemberantasan korupsi dan abai terhadap rekam jejak dari pegawainya sendiri," kata Kurnia.
Lembaga antirasuah juga tidak lepas dari kritik ICW karena lepas tanggungjawab. KPK hingga saat ini tidak menghasilkan penyelesaian konkrit atas dugaan pelanggaran kode etik terhadap mantan pejabat kedeputian tersebut.
"Terhitung lebih dari enam bulan pasca laporan yang ICW sampaikan, namun hingga hari ini putusan tidak kunjung dijatuhkan oleh Pimpinan KPK," tegas Kurnia.
Sebelumnya, pada bulan Oktober 2018 lalu, Koalisi Masyarakat Sipil telah melaporkan pejabat tinggi KPK itu. Firli diduga melanggar kode etik karena bertemu serta bermain tenis dengan Mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat, Tuan Guru Bajang (TGB), pada 13 Mei 2018. Sedangkan saat itu TGB menjadi saksi dalam sebuah kasus yang sedang ditangani KPK.
Kasus itu pun sudah diselidiki oleh pengawas internal KPK. Namun pimpinan belum memberikan kejelasan terkait hasil evaluasi pelanggaran kode etik itu.
Kemudian desakan untuk menyelesaikan kasus itu serta memulangkan Firli juga muncul dari internal KPK sendiri. Beredar petisi dari Wadah Pegawai (WP) KPK. Dalam petisi yang ditandatangani 114 pegawai KPK itu disebutkan Firli bertanggungjawab atas sejumlah penyelidikan yang kerap bocor bahkan berujung pada kegagalan operasi tangkap tangan.
Dia juga dituding menjadi penghambat penanganan sejumlah perkara pada tahap ekspos di tingkat kedeputian. Dalam beberapa perkara, Firli malah tidak menyetujui jika penyidik melakukan pemanggilan, penggeledahan atau pencekalan. Dia ditenggarai memperlakukan khusus sejumlah saksi.