
Jakarta, Gatra.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan hasil temuannya terkait dengan sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Menurut KPAI, terdapat 9 permasalahan PPDB terkait sistem zonasi ini.
Penyampaian permasalahan tersebut bersumber dari analisa yang dilakukan sejak dua tahun terakhir oleh KPAI.
Komisioner KPAI bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengatakan beberapa permasalahan diantaranya pertama adalah sekolah negeri yang tidak merata di tiap kecamatan dan kelurahan. Sementara di lapangan, banyak daerah administrasi yang pembagian zonasi pada awalnya didasarkan pada wilayah administrasi kecamatan.
Kedua, adanya calon siswa yang tidak terakomodasi, sehingga disebabkan hal tersebut siswa menjadi tidak bisa mendaftar ke sekolah manapun. Sementara disisi lain ada sekolah yang kekurangan siswa, karena letaknya jauh dari permukiman penduduk.
"Jadi banyak ditemukan sekolah yang jumlah siswanya sedikit. Kekurangan ini disebabkan letak zona sekolah yang jauh dari pemukiman penduduk," ungkap Retno Saat ditemui di Kantor KPAI, Menteng, Jakarta, pada Rabu (19/6).
Lebih lanjut, temuan ketiga adalah adanya orang tua yang mengantre sampai menginap disekolah, padahal dengan kebijakan PPDB siswa dengan zonasi dan sistem online, siswa dizona terdekat dengan sekolah sudah pasti diterima.
"Jadi meskipun mendapatkan nomor 1, akan tetapi domisili jauh dari sekolah, maka peluangnya sangat kecil. Ini sebetulnya banyak orang tua yang belum mendapat edukasi," Kata Retno.
Permasalahan keempat dan kelima berkisar tentang minimnya sosialisasi dan kesiapan infrastruktur untuk pendaftaran online PPDB. Keenam, transparansi kuota per zonasi yang sering menjadi pertanyaan masyarakat, termasuk kuota rombongan belajar dan daya tampung.
Retno menjelaskan, Permendikbud nomor 51 tahun 2018 menentukan maksimal jumlah Rombomgan belajar per kelas untuk SD 28, untuk SMP 32 dan untuk SMA/SMK 36 siswa.
Ketujuh, penentuan jarak atau ruang lingkup zonasi yang kurang melibatkan kelurahan, sehingga di PPDB tahun 2019 titik tolak zonasi dari Kelurahan. Delapan, soal petunjuk teknis (juknis) yang kurang jelas dan kurang dipahami masyarakat, dan terkadang petugas penerima pendaftaran juga kurang paham.
Dan kesembilan dan terakhir, dikarenakan jumlah sekolah negeri yang tidak merata di setiap kecamatan maka daerah membuat kebijakan menambah jumlah kelas dengan sistem 2 shift (pagi dan siang).
"Dampaknya banyak sekolah swasta di wilayah tersebut kekurangan peserta didik," tutup Retno.