Jakarta, Gatra.com - Kuasa Hukum Sjamsul Nursalim dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berbeda atau silang pendapat soal kedaluwarsa kasus Surat Keterangan Lunas (SKL) dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
KPK berpendapat bahwa kasus ini belum kedaluwarsa karena penerbitan SKL itu dihitung pada tahun 2004. Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan bahwa berdasarkan hukum acara yang berlaku, kasus ini belum termasuk kepada kasus kedaluwarsa.
"Karena aturannya sangat jelas daluwarsa adalah 18 tahun dan itu bisa dihitung dari tahun 2004," ujar Febri di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (19/6).
Sementara itu, kuasa hukum Sjamsul Nursalim berpendapat sebaliknya. Otto Hasibuan selaku kuasa hukum dalam kasus perdata yang diajukan oleh Sjamsul Nursalim, mengatakan bahwa jika kasus ini sudah masuk kedaluwarsa jika ditarik dari Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) tahun 1998.
Menurutnya, KPK mendalilkan bahwa Sjamsul melakukan misrepresentasi dengan memasukkan piutang petani tambak senilai Rp4,8 triliun yang ternyata tergolong macet. Sehingga jika dalilnya demikian, ini seharusnya sudah berumur 21 tahun. Maka ia berpendapat kasus ini sudah kedaluwarsa.
"Jika pun ada misrepresentasi itu tahun 1998, berarti hampir 21 tahun, daluwarsa itu 18 tahun," ujar Otto Hasibuan dalam konferensi pers di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Rabu (19/6).
Seperti diketahui, pemerintah dan Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) menandatangani MSAA pada 21 September 1998 kemudian memperoleh surat pelepasan dan pembebasan atau Release and Discharge (R&D) pada 25 Mei 1999. Sedangkan Surat Keterangan Lunas (SKL) dikeluarkan BPPN pada 26 April 2004.