Jakarta, Gatra.com - Kembali usut soal pembahasan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) terkait dengan gula kristal rafinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini mengagendakan pemeriksaan terhadap Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Mohamad Hekal.
Legislator dari Fraksi Partai Gerindra diagendakan diperiksa untuk koleganya di Komisi VI, Bowo Sidik Pangarso dalam perkara dugaan suap terkait kerjasama pengangkutan pupuk melalui pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IND (Indung)," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah dalam keterangan tertulisnya, Rabu (19/6).
Seharinya sebelumnya, dua orang Anggota Komisi VI lain juga sudah menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK yakni Inas Nasrullah Zubir dan Nasril Bahar.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan dalam penyidikan itu disisir sejumlah rapat kerja yang dilakukan oleh komisi pengawas Kementerian Perdagangan tersebut. Dari sejumlah rapat kerja itu diketahui bahwa ada pembahasan terkait Permendag Tahun 2017.
"Mengetahui bagaimana proses rapat kerja, pembahasan-pembahasan di rapat kerja tersebut antara DPR dengan Kementerian Perdagangan,apa yang dibahas di rapat kerja itu," kata Febri di Gedung KPK, Selasa (18/6).
Dalam kasus ini KPK juga mengendus ada penerimaan gratifikasi lain oleh Bowo Sidik. Bahkan nama Mendag Enggartiasto Lukita juga ikut terseret. Sebelumnya kantor dan rumah Enggar sudah pernah digeledah oleh tim penyidik KPK, Selasa (30/4)
Kabarnya salah satu sumber dana gratifikasi yang diterima oleh tersangka Bowo Sidik dari Enggar. Disinyalir ada hubungannya dengan penyusunan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) terkait Perdagangan Gula Kristal Rafinasi (GKR).
Sementara perkara utamanya, KPK menduga Bowo bersama Staf PT Inersia, Indung diduga menerima suap dari Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK), Asty Winasti (AWI). Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam perkara dugaan suap terkait kerja sama pengangkutan pupuk melalui pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia.
KPK mengidentifikasi adanya pemberian suap dari Asty kepada Bowo agar dapat membantu PT HTK. Dalam hal agar kembali mendapat perjanjian penggunaan kapal-kapalnya untuk distribusi pupuk dari PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog). Disepakati Bowo meminta US$ 2 per metrik ton.
Sebelumnya, Tim Satgas KPK mendapati uang sejumlah Rp8 miliar pecahan Rp20.000 dan Rp50.000 yang sudah dimasukkan ke dalam sekitar 400.000 amplop dan dimasukkan ke 84 kardus di kantor PT Inersia, perusahaan milik Bowo Sidik Pangarso. Uang ini yang diduga dikumpulkan oleh Bowo untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019.
Namun dalam penjelasan KPK, uang yang diterima Bowo dari PT HTK adalah sejumlah Rp1,5 miliar. Kemudian sekitar Rp89,4 juta merupakan uang yang disita saat OTT. Sehingga uang yang diterima Bowo dari PT HTK adalah sekitar Rp1,6 miliar.
Sementara sisanya sejumlah Rp6,5 miliar inilah yang diduga berasal dari gratifikasi atau penerimaan-penerimaan Bowo dari sejumlah pihak.
KPK menyangka Bowo Sidik Pangarso dan Indung selaku penerima suap diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan Asty Winasti disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.