Home Gaya Hidup Cerita Para Pencari Suaka, Jadi Relawan Hingga Jualan Kripik Kentang

Cerita Para Pencari Suaka, Jadi Relawan Hingga Jualan Kripik Kentang

Jakarta, Gatra.com - Jumlah pengungsi dari luar negeri yang tinggal di Indonesia mencapai 14.000 orang. Berbagai macam aktivitas mereka lakoni mulai dari berdagang hingga menjadi relawan.

“Dulu ekspektasi refugee tinggal di Indonesia setahun dua tahun tapi sekarang bisa sampai 10 tahun karena ada aturan baru di negara tujuan resettlement penempatannya makin terbatas, jadi kita harus memberdayakan mereka agar bisa adjust dan berintegrasi dengan masyarakat Indonesia. Kita beri Softskill untuk mengembangkan kemampuan, tidak harus bekerja, tapi bagaimana bisa menopang kehidupan dengan cara apapun,” ujar Direktur salah satu organisasi yang membantu pengungsi asing Sandya Institute Diovio Alfath kepada Gatra.com, Selasa (18/6).

Gatra.com berkesempatan mewawancarai salah satu pengungsi asal Afghanistan, sebut saja Muhammad (bukan nama sebenarnya). Dia meninggalkan negaranya akibat menentang Taliban yang melarangnya bersekolah.

“Di afghanistan anak muda ngga aman, anak muda dari aturan Taliban tidak boleh sekolah dan belajar, harus ikut rencana dan peraturan mereka, kalau saya tidak setuju dengan mereka, kalau mau belajar diancam hukuman mati, jadi saya meninggalkan Afghanistan ke Indonesia,” ujar Muhammad yang sudah fasih berbahasa Indonesia.

Aktivitas sehari-hari Muhammad yang masih berusia 17 tahun ialah menjadi relawan di Sunrise Refugee Learning, sebuah lembaga pelatihan softskill bagi pengungsi yang dikelola oleh Sandya Institute.

Selain Muhammad, pengungsi lain dari Afghanistan bernama Bismillah (22) juga menceritakan kehidupannya. Dibanding pengungsi lain, ia terbilang cukup sukses karena bisa berbisnis berjualan keripik kentang premium yang di produksi sendiri. 

Bismillah menghabiskan waktu empat bulan belajar meracik kentang menjadi kripik yang enak. Bumbunya pun tidak sembarang karena diracik dari bahan-bahan khusus. 

"Saya jual online di media sosial, saya jual di area Jakarta. Customer saya premium, produk premium karena saya gunakan resep terbaik, orang-orang menyukai ini, saya terus melakukan ini, suatu hari semoga bisa terkenal di Indonesia atau dunia,” tutur Bismillah. 

Menurut Perwakilan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) di Indonesia, ada lebih dari 14.000 pengungsi dari berbagai negara di Indonesia yang lebih dari lebih dari 50% berasal dari Afghanistan. Sisanya berasal dari Somalia, Myanmar, Iran, Iraq, Pakistan, dan 40 negara lainnya.

Orang-orang seperti Muhammad dan Bismillah sudah tidak bisa kembali ke negara asalnya dan menunggu suaka dari negara ketiga yang bisa menerima pengungsi seperti Australia, Kanada, New Zealand dan sebagainya.

“Masih belum ada rencana, masih disini, kita nunggu negara ketiga yang bisa kasih resettlement. Kita sudah tidak bisa kembali ke afghanistan, kita tidak bisa milih juga mau ke negara mana selanjutnya, tergantung apapun yang UNHCR kasih,” ujar Muhammad yang sudah berada di Indonesia lebih dari 3 tahun.

Meski dituntut bisa bekerja mandiri, namun para pengungsi ini tidak bisa bekerja secara resmi di Indonesia sehingga kebanyakan dari mereka masih mengandalkan bantuan dari berbagai pihak, bahkan tidak jarang yang akhirnya menggelandang karena tidak mendapatkan bantuan.

“Mereka hidup dengan bantuan keluarga yang sudah tinggal di negara ketiga atau dari keluarga di negara asal, atau mengandalkan bantuan dariorganisasi internasional, mostly bantuan tapi yang tercover hanya setengah populasi. Yang beruntung setengahnya mandiri, yang tidak terpaksa menggelandang,” kata Diovio yang aktif mengadvokasi para pengungsi tersebut.

1224