Bandung, Gatra.com - Sebanyak enam rumah sakit (RS) milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat belum memiliki direktur utama (dirut) definitif. Kekosongan ini menjadi sorotan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat.
Adapun enam RS itu, yakni RSUD Al Ihsan Baleendah Kabupaten Bandung, RS Jiwa Cisarua Kabupaten Bandung, RS Paru Sidareja Kabupaten Cirebon, RSUD Jampang Kulon Kabupaten Sukabumi, RSUD Pameungpeuk Kabupaten Garut dan RS Kesehatan Kerja Rancaekek Kabupaten Bandung.
Sekretaris Komisi V DPRD Jabar, Abdul Hadi Wijaya, menilai salah satu dampak dari kosongnya kursi dirut definitif adalah terjadinya pada kegagalan lelang. Hal tersebut terjadi di RSUD Pameungpeuk Kabupaten Garut.
"Ketika tidak ada dirut definitif, maka Plt direktur utama secara psikologis tidak berani mengambil keputusan keputusan strategis termasuk ketika ada kegagalan lelang, ini terjadi tahun 2019 lebih nilainya Rp100 miliar di Pameungpeuk," ujar Abdul Hadi di Bandung, Senin (17/6).
Akibat dari gagal lelang itu, ia mengatakan artinya anggaran tidak dapat terserap untuk perluasan satu segmen dari RS tersebut. Ini akibat tidak adanya direktur definitif dari RS umum daerah yang dikelola oleh Pemprov Jabar.
"Akhirnya serapan dinas secara total dengan rumah sakit tadi dalam satu pos yaitu hanya 75%. Sangat rendah dibandingkan dinas-dinas yang lain," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat, Berli Gelung Sakti, mengatakan gagal lelang yang terjadi di RSUD Pamengpeuk tidak ada kaitannya dengan kekosongan dirut definitif.
"Sebenarnya kalau disangkutpautkan dengan dirut itu tidak ada sangkut pautnya, karena untuk lelang itu ada bironya sendiri, Biro Pengadaan Barang dan Jasa," ujar Berli.
Soal belum adanya dirut definitif di enam RS, ia menjelaskan saat ini sedang proses seleksi dan ditargetkan pelantikan digelar pada Juni ini. Seleksi internal itu melingkupi uji potensi dan kompetensi.
"Bahkan kita lakukan wawancara untuk melakukan psikometri dari masing masing calon," katanya.
Hanya saja, ia menegaskan tidak ingin pimpinan di sejumlah RS tersebut diisi oleh SDM yang asal-asalan. Berbagai aspek dalam mengelola rumah sakit harus dipahami betul oleh mereka.
"Contoh kayak RSUD Pamengpeuk itu jauh dari mana-mana. Yang jelas dia menjadi tumpuan harapan masyarkat sekitar situ. Begitu pula yang lain lain. Tentunya ini harus dikelola oleh manajer yang kompeten dan mampu membuat bussines plan," katanya.
Lebih lanjut, walaupun saat ini enam RS tersebut dipimpin seorang Plt namun pelayanan kepada masyarakat tetap harus berlangsung dengan maksimal sesuai dengan Undang-undang Rumah Sakit.
"Karena Plt sendiri sebagai pejabat lintas waktu atau sementara dia benar memiliki tanggung jawab dan kewenangan, hanya masalah keuangan saja yang harus memberitahukan atau memberikan persetujuan dengan kepala dinas," pungkasnya.