Yogyakarta, Gatra.com – Keraton Yogyakarta menggelar upacara tingkeban atau mitoni pada Selasa (18/6) atas tujuh bulan usia kehamilan putri raja Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hayu di Pendapa Dalem Kilen, Keraton Yogyakarta.
Upacara mitoni merupakan satu dari berbagai upacara yang ‘Hajad Dalem’, yakni perayaan atau selamatan yang khusus digelar keluarga inti Sultan. Sesuai tradisi, upacara mitoni ini wajib dilaksanakan pada hari Selasa atau Sabtu.
Dilaksanakan pukul 10.00 – 12.00 WIB, ada 20 tahap upacara mitoni, antara lain miyos dalem, doa, ngabekten, santun, sileman cangkir, ngratum toya, nata lemek lenggah, siraman, muloni, mecah pamor, dan gatos busono kering. Selain itu, ada pante-pantes, nigas janur, brojolan, boyong cengkir, boyong patarangan, dhahar rogo, andrawina, dan paripurna.
Baca Juga: Sultan HB X Gelar Open House, Warga Antre Salaman dan Nikmati Kuliner Khas
Secara keseluruhan, tahap utama upacara ini adalah sungkem GKR Hayu bersama suaminya, Kanjeng Pangeran Harya Notonegoro, kepada raja dan ratu Keraton Yogyakarta. Sebelum siraman, GKR Hayu menenggelamkan kelapa muda sebagai tradisi sileman cengkir bergambar Kamajaya (simbol putra) dan Kamaratih (putri).
Dalam ritual ini, gambar pada kelapa muda yang muncul terakhir menjadi pertanda jenis kelamin janin yang dikandung. Ritual berlanjut ke acara siraman menggunakan air dari tujuh mata air berbeda.
Pada tahap terakhir, GKR Hayu menggunakan tujuh kain batik yang memiliki makna bagus. Tujuh motif batik itu yaitu grompol, sido asih, semen rama, sidomukti, sido luhur, kasatriyan, dan lurik Lasem.
Dalam upacara penggunaan busana ini, Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi, putri sulung Sultan, menanyakan kepada hadirin hingga enam kali pantas tidaknya busana yang dikenakan GKR Hayu. Pada kain ke tujuh, hadirin baru menjawab pantas.
Baca Juga: Jumenengan Paku Buwono XIII, Keraton Solo Ingin Sinergi dengan Pemerintah
Dalam keterangannya kepada media, KPH Notonegoro mengatakan upacara adat ini digelar sebagai rasa syukur atas kehamilan GKR Hayu yang memasuki usia tujuh bulan.
"Mitoni atau tingkeban ini sebagai bentuk rasa syukur saya dan istri, karena mengandung anak pertama," kata KPH Notonegoro.
Selain untuk mengungkapkan rasa syukur, tingkeban digelar untuk melestarikan tradisi leluhur dan budaya Jawa di lingkungan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Sejumlah pejabat di lingkungan Pemda DIY dan beberapa bupati terlihat hadir, seperti Bupati Gunungkidul Badingah.