Gatra.com - Studi yang diterbitkan Nature Climate Change Journal menyebutkan, pada akhir abad 21 akan terjadi cuaca ekstrim yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Studi menggunakan 22 model iklim untuk mencari tahu seberapa panas suhu musim panas diberbagai belahan dunia. Para peneliti menyimpulkan, suhu rata-rata bulanan yang tinggi akan dialami di 58% dari luas dunia setiap tahun. Negara-negara berkembang dan pulau-pulau kecil akan mengalami dampak terbesar.
Masih dari hasil studi, sebagaimana dilansir dari CNN, 67% dari negara-negara maju dan 68% dari negara-negara berkembang dan pulau kecil akan mengalami suhu rata-rata bulanan tertinggi. Kenaikan suhu akibat peningkatan emisi gas rumah kaca global.
Menurut National Oceanic and Atmospheric Administration, tiap 100 tahun sejak 1901, suhu permukaan bumi telah naik 1,3-1,6 derajat Fahrenheit, atau 0,7-0,9 derajat Celsius. Sejak 1975 suhu permukaan naik hampir dua kali lipat menjadi 2,7-3,2 derajat Fahrenheit, atau 1,5-1,8 derajat Celcius.
Sementara menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat, gelombang panas yang mematikan diprediksi akan terjadi dan berimbas langsung pada kesehatan seperti stroke, masalah pernapasan, serangan jantung, serangan asma, masalah ginjal.
Temperatur yang lebih tinggi membuat polusi udara lebih buruk, membuat air menjadi langka dan menyebabkan gagal panen. Imbasnya adalah kekurangan gizi dan kelaparan.
Pada tahun 2014, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 250.000 orang akan meninggal setiap tahun antara tahun 2030 dan 2050 karena perubahan iklim.
Namun, jika negara-negara memenuhi tujuan membatasi kenaikan suhu global kurang dari 2 derajat Celcius, sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian Paris, resiko kematian itu akan jauh lebih kecil.