Jakarta, Gatra.com – Bayi yang lahir dengan kondisi stunting tidak hanya berisiko terhadap perkembangan mental yang tertunda maupun prestasi buruk, tetapi juga akan terkena dampak dari inflamasi atau peradangan pada ususnya.
“Anak di bawah dua tahun diusahakan dalam tiga bulan sekali harus melakukan pengecekan tinggi badan supaya tidak dikhawatirkan teserang inflamasi. Efek inflamasi pun sangat mengganggu penyerapan zat-zat gizi yang dimakan,” jelas Dosen Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II, Syarief Darmawan usai sidang terbuka gelar doktor di Imeri FKUI, Senin (17/6).
Ia menambahkan, inflamasi akan membuat makanan selalu terbuang melalui feses. Apabila, asupan makanan tidak bisa diserap, maka dapat mengganggu pertumbuhan, kecerdasan, serta aktivitas fisik.
“Mereka yang menderita inflamasi akan mengalami penurunan jetscore yang jika tidak diantisipasi akan semakin turun terus pertumbuhannya. Batasnya kan hanya minus dua dan cenderung tubuhnya akan pendek dan daya pertumbuhan otak juga akan terganggu,” ujarnya.
“Inflamasi kan bisa berasal dari infeksi mikrobiota. Mikrobiota itu dari bakteri yang masuk ke dalam tubuh. Kalau dari kelompok umur ini memang memiliki mikrobiota yang banyak, kompleks serta harus seimbang. Ketidakseimbangan itulah yang menyebabkan infalmasi,” katanya.
Untuk itu, ASI eksklusif murni menjadi salah satu cara untuk menekan risiko inflamasi pada bayi-bayi yang mengalami stunting. Sementara itu, Syarief menambahkan, makanan pendamping ASI (MPASI) sebaiknya tidak diberikan sebelum enam bulan. Hal ini dikarenakan, saluran pencernaan belum lengkap, sistemnya pun belum sempurna. “Kalau dimasukkan makanan bisa terganggu pencernaannya,” imbuh Syarief.