Cilacap, Gatra.com - Karya sastra peninggalan leluhur di Kecamatan Dayeuhluhur, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah kian terancam punah. Salah satu penyebabnya adalah berkurangnya jumlah pelaku seni yang mewarisi serat kuno tersebut.
Pemangku Adat Desa Hanum, Kecamatan Dayeuhluhur, Cilacap, Ceceng Rusmana (43), mengatakan bahwa karya sastra lisan yang sangat populer pada masa lalu adalah Kidung Kawih Runcang. Nyanyian berbahasa Sunda ini biasanya dilantunkan pada saat upacara adat pertama kali anak bayi naik ayunan.
"Kidungan ini dinyanyikan sewaktu upacara ngayun bayi. Pada zaman modern, ritus ini sudah sangat jarang dilakukan," kata dia, Senin (17/6).
Menurut Ceceng, upacara ngayun bayi merupakan salah satu ritus yang ada sejak beratus tahun silam. Di Desa Hanum, pelaku seni ritus ini tinggal seorang, yaitu Nini Unah. Usianya pun sudah sangat lanjut, 97 tahun.
Dia menjelaskan, Paraji Nini adalah orang yang bertugas melantunkan kidung saat upacara tersebut. Nyanyian berisi rapalan doa agar si anak mendapat berkah dan menjadi orang yang berguna bagi keluarga, agama, bangsa dan negara ketika beranjak dewasa. Nini Unah ini, mengaku mewarisi serat Kidung Kawih Runcang dari Paraji Nini Kastor.
"Saya khawatir, Kidung Kawih Runcang bakal punah apabila tak ada lagi pewarisnya. Untungnya, Lembaga Adat Desa Hanum sempat merekam upacara ngayun bayi" beberapa tahun lalu. Semoga kekayaan budaya adat desa masih bisa dilestarikan," ujarnya.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Cilacap, Badrudin Emce, mengemukakan, proses pendokumentasian peninggalan sastra lisan kuno seperti kidung, serat, dan rapalan di wilayah Cilacap Barat sulit dilakukan. Sebagian besar tradisi tersebut hampir punah seiring berkurangnya jumlah pelaku dan pewaris adat.
"Agar tidak punah, kami merasa perlu ada upaya untuk membuat notasi nadanya, sehingga kelak lebih mudah dipelajari, dilestarikan dan dikembangkan lebih lanjut," katanya.