Medan, Gatra.com – Setiap sudut sekolah memiliki steling. Namun yang terpajang di dalamnya bukanlah jajanan ataupun dagangan. Melainkan beragam buku dengan berbagai judul. Buku itu wajib dibaca para siswa 15 menit sebelum memulai pelajaran sekolah. Hal itu sudah menjadi budaya bagi pelajar dan pengajar di Yayasan Perguruan Parulian.
Tidak tanggung, setelah ditetapkan sebagai sekolah literasi lewat Gerakan Literasi Sekolah (GLS) di tahun 2016, Yayasan Parulian sudah menerbitkan antologi Cerita Pendek (Cerpen). Antologi Petualangan Imaji tersebut sudah memasuki edisi kedua. Uniknya, antologi itu diisi para siswa siswi sekolah tersebut, mulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).
Baca Juga: Gelar Workshop Literasi Dinas Perpustakaan dan Arsip Sumut Gandeng Penulis dan Penerbit
“Kita sudah menjadikan literasi sebagai budaya. Membaca, menulis, berbicara, menjadi kebiasaan di sekolah ini. Siswa kita ajak untuk memahami pentingnya budaya literasi. Agar mereka dapat berkembang dan bertumbuh baik terlebih dalam berpikir,” terang Sekretaris Yayasan Parulian, Erita Siburian kepada Gatra.com.
Erita mengatakan bahwa manusia tidak akan berkembang tanpa memiliki ilmu pengetahuan. Serta ilmu itu tidak bisa disalurkan hanya dengan mendengar atau menerima ajaran dari guru saja. Harus ada keterlibatan siswa secara aktif. Agar mampu menjadi individu yang paham dan berkembang.
Baca Juga: Perpustakaan Medan Ajak Warga Berinovasi
Budaya literasi di sekolah yang berdiri tahun 1957 itu membawa perubahan dan perkembangan bagi siswa. Saat ini siswa dapat mengembangkan gagasan, menyalurkan ide dan memahami berbagai hal dari informasi yang mereka peroleh. Siswa pun berfikir dengan bijak lewat proses membaca dan menulis. Membangun komunikasi sesama pelajar dan pengajar dengan baik.
“Pada akhirnya siswa lebih kreatif, mereka mampu menuliskan imajinasinya lewat berbagai tulisan. Termasuk salah satunya Cerpen yang pada akhirnya kita kumpulkan menjadi satu buku. Walau hanya tulisan – tulisan sederhana. Namun ketika dibukukan maka siswa termotivasi untuk terus berkarya,” katanya.
Baca Juga: Kabupaten di Sumut ini Canangkan Program Kabupaten Literasi
Agus Marwan selaku editor kumpulan Cerpen Petualangan Imaji mengatakan tulisan yang dimuat sepenuhnya adalah karya siswa. Keaslian tulisan dalam petualangan imaji bagi Agus sangat penting. Karena dari karya itu siswa belajar untuk membuat karya yang lebih baik lagi.
Agus mengatakan, petualangan imaji terbit sebagai hasil dari program literasi di Parulian. Buku itu memuat karya pelajarnya sebagai dampak positif dari budaya literasi. Siswa tidak lagi hanya sekedar membaca saja. Karena sudah mengembangkannya menjadi tulisan. Dengan adanya budaya literasi maka siswa diyakini akan semakin berkembang.
Sekjen Forum Masyarakat Literasi Indonesia (Formalindo) Sumut itu juga mengapresiasi Parulian. Parulian sudah berproses untuk menciptakan karya. “Kita berharap kedepan akan semakin berkembang lagi, budaya literasi kita galakkan untuk membangun generasi,” katanya.
Reporter: Baringin Lumban Gaol