Jakarta, Gatra.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bersama Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH) meminta Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (MenkoPolhukam) Wiranto untuk mencabut dan mengevaluasi Surat Keputusan (SK) Nomor 38 Tahun 2019 tentang Tim Asistensi Hukum Kemenko Polhukam yang diterbitkan dan ditandatangani oleh Wiranto pada 8 Mei 2019.
Direktur LBHI Asfinawati menjelaskan, pembentukan tim asistensi hukum ini merupakan suatu penyalahgunaan kekuasaan.
"Tim ini semacam tim akselerasi makar ala Indonesia. Kenapa? Padahal makar dalam bahasa aslinya harus ada serangan atau percobaan serangan. Tapi akhir-akhir ini makar disalahgunakan, keluar dari rumusan awalnya," ujar Asfinawati di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Minggu (16/6).
Baca juga: Tim Asistensi Hukum Menkopolhukam Melawan Mekanisme Hukum
Asfinawati menilai demikian karena menurutnya pernyataan-pernyataan saja dinyatakan sebagai serangan dan dinilai sebagai makar. Tim asistensi ini menimbulkan karut-marut di ranah hukum karena petinggi kepolisian pun tidak akan bisa menolak keputusan tim hukum ini, sebab akan ada beban moral tersendiri.
"Artinya, ini mengacaukan hukum. Karena penegakkan hukum hanya dilakukan oleh penegak hukum penyidik, polisi dan bukan oleh menteri," ujarnya.
Baca juga: Tim Asistensi Hukum Dikritik, Wiranto: Cuek Bebek Aja
Asfinawati menambahkan, bila ada seorang yang dijadikan tersangka oleh tim asistensi maka tidak bisa membuat laporan pembelaan dan praperadilan.
"Pada masalah akuntanbilitas, ada masalah lubang kosong yang sangat tricky yang dibentuk oleh pemerintah," ujarnya.
Asfinawati juga mengatakan akan menggugat keputusan MenkoPolhukam tersebut bila kementerian tersebut tidak memenuhi permintaan pihaknya.