Bandung, Gatra.com - Winny memberikan selembar uang kepada Nugroho, lelaki yang berdiri di belakang meja administrsi. Tidak lama, perempuan asal Bandung itu memasukkan sebuah novel ke tasnya.
Ia baru menyewa salah satu judul novel serial roman Harlequin dari Taman Bacaan Hendra, penyewaan buku langganannya. Wenny mengetahui taman bacaan ini dari teman-temannya.
Hampir setiap minggu, Winny menyempatkan mampir ke sini. Terlebih, ketika ia harus mengembalikan novel yang dipinjamnya atau menyewa buku baru.
"Lumayan sering pinjam buku di sini. Apalagi rumah juga masih di dekat-dekat sini," ucapnya, Minggu (16/6).
Winny merupakan salah satu dari ribuan anggota Taman Bacaan Hendra yang masih aktif. Ia mendaftar pada pertengahan tahun 2000.
Taman Bacaan Hendra sudah berdiri sejak 52 tahun lalu. Awalnya, hanya sebuah perpustaan kecil di sebuah garasi rumah di Jalan Sabang No. 28, Bandung. Buku-buku koleksinya pun terbatas.
"Dulu yang ngurus Oma. Sembari ngurus anak, Oma juga ngurus taman bacaannya. Sementara Opa kerja," kata Nugroho.
Dulu, saking banyak yang menyewa buku, koleksi pun ditambah. Rak dan koleksi buku dipindah dari garasi ke ruang depan.
Nugroho mulai membantu mengurus taman bacaan neneknya sejak kuliah, sekitar tahun 1996. Sampai sekarang, ia masih membantu mengurus kartu-kartu anggota taman bacaan. Tugasnya, memasukkan data-data anggota ke komputer hingga membantu membersihkan buku-buku, yang sampai sekarang jumlahnya sudah lebih dari 180 ribu bacaan.
Ia juga sempat menyaksikan kejayaan tempatnya bekerja, ketika koleksi buku Taman Bacaan Hendra selalu laris dipinjam. Kala itu, para anggota harus rela antre demi bisa menikmati koleksi buku terbaru atau sambungan komik.
"Karena dulu banyak sekali buku yang keluar, biasanya kita membeli beberapa buku untuk satu judul," kata Nugroho yang juga kerap membantu berbelanja buku untuk menambah koleksi.
Sekarang situasinya berubah. Ruang penuh berisi buku itu lengang. Taman Bacaan Hendra tak lagi dijejali orang yang berebut ingin membaca koleksi terbaru. Hanya sesekali saja anggota yang datang menyewa, seperti Winny.
Hingga kebijakan baru pun dimulai. Taman Bacaan Hendra tidak lagi menambah koleksi buku dalam jumlah banyak, kecuali bacaan yang memang banyak dicari orang dan itu pun hanya satu buku untuk satu judul.
Menurunnya jumlah penyewa buku mulai dirasakan Nugroho sejak beberapa tahun terakhir. Terutama, sejak banyaknya aplikasi yang menyediakan bacaan di telepon pintar.
Nugroho pun tidak tahu, sampai kapan Taman Bacaan Hendra bisa bertahan. Apalagi perintisnya, perempuan yang ia panggil Oma itu kini usianya sudah 78 tahun. Namun, neneknya yakin sang cucu mampu mempertahankan ruang baca yang tetap berdiri sejak tahun 1967 itu.
Simpan Koleksi Serial Silat Kho Ping Hoo Terlengkap
Ada satu rak khusus yang di Taman Bacaan Hendra. Tempat spesial berisi kumpulan serial silat klasik, Kho Ping Hoo.
Kho Ping Hoo merupakan penulis serial silat klasik. Ia menggunakan nama samaran Asmaraman Sukowati untuk menulis buku-bukunya. Cerita silat pertamanya muncul tahun 1959 di sebuah majalan di Tasik.
Buah karya Kho Ping Hoo inilah yang menjadi andalan di Taman Bacaan Hendra, sejak berdiri pada 1967 lalu. Ada juga komik lokal lainnya seperti Gundala.
Saking banyak penggemarnya, waktu itu pemilik taman bacaan pun merasa perlu mengikuti setiap terbitan serial silat klasik tersebut. Alhasil, koleksi pun semakin lengkap dan ditempatkan di rak tersendiri dengan pilihan daftar judul sendiri.
Kini, serial Asmaraman Sukowati Kho Ping Hoo menjadi barang langka. Penulisnya pun sudah lama meninggal. Namun, beberapa penggemar masih saja mencarinya.
"Dulu sempat ada orang dari Jakarta, kenalannya dan cukup dekat dengan Oma. Ternyata dia berniat memperbanyak serial Kho Ping Hoo," kata Nugroho, lelaki yang sudah membantu Taman Bacaan Hendra sejak tahun 1996 lalu ini.
Hal tersebut, dilakukan lantaran saking sulitnya mendapatkan serial komik Kho Ping Hoo. Sementara, para kolektor dan penggemarnya masih ingin membaca dan memiliki serial tersebut.
Menurut Nugroho, kalaupun ada toko buku yang menjual, biasanya hanya seri-seri umum saja. Itu juga dibanderol dengan harga mahal.
Saking langkanya, Nugroho pernah mendapati buku-buku andalan Taman Bacaan Hendra itu diperbanyak diam-diam oleh salah satu anggota.
"Jilidnya dibongkar. Karena ini kan buku-buku lama, dijilidnya juga masih dengan cara lama. Jadi kalau dibongkar ya ketahuan," katanya.
Supaya kejadian serupa tidak terulang, akhirnya diputuskan untuk menyembunyikan beberapa buku klasik yang dianggap paling langka. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa meminjamnya.
Selanjutnya: Jaga Eksistensi, Taman Bacaan Hendra Manfaatkan Media Sosial
Reporter: Mega Dwi Anggraeni
Editor: Putri Kartika Utami