Semarang, Gatra.com - Segerombolan kera liar itu terbiasa diberi makanan kecil seperti kacang tanah, pisang, dan juga buah-buahan oleh pengunjung. Kera-kera tadi hidup di sekitar gua di bukit berkapur yang dikelilingi Waduk Jatibarang yang masih asri oleh rerimbunan pohon. Jalan dari pusat kota Semarang ke Gua Kreo sudah memadai, dengan sedikit tanjakan berkelok.
"Tempatnya sudah bagus, namun masih kurang sedikit penataan. Seperti spot-spot buat foto bagus, cuman faisilitas pendukung lain seperti tempat kuliner dan lain sebagainya, kalau bisa ya diperbaiki lagi," ujar Zainullah Qasim (28) seorang pengunjung asal Keling, Jepara.
Para pengunjung yang datang harus terlebih dulu berjalan kaki menuju gua melalui anak tangga menurun. Pengunjung yang masuk ke area lokasi wisata dikenai biaya masuk Rp4.500 per orang pada hari biasa, dan Rp5.500 pada hari libur. Adapun untuk parkir kendaraan dikenai Rp1.000 untuk roda dua dan Rp2.000 untuk roda empat.
Sejak Gua Kreo menjadi tempat wisata, masyarakat sekitar mulai melirik sisi bisnis. Salah satu di antaranya, layanan foto yang yang digemari dan dikenalkan dengan istilah instagramable. Penyedia jasa pemotretan ini, misalnya, menawari pengunjung seolah berada di atas awan.
Menurut pengelola wahana ini, Fatma Nyara (19), hampir setiap hari sekitar 200 orang antre berfoto. "Antre saat liburan biasanya ditutup kalau sudah sampai 70 urutan. Satu sesi foto tergantung jumlah rombogan, apakah dia mau diajak cepat atau tidak. Kami melarang foto sendiri, karena akan memakan waktu lama," ujar Fatma.
Aneka aksesoris pendukung yang disediakan bisa dikenakan dengan ongkos Rp5.000. Pengunjung bisa memilih seolah berada di awan, bersama boneka, aksesoris untuk kepala, atau berbagai alat musik. Dalam satu sesi, pengunjung bisa mendapatkan empat kali jepretan foto dengan biaya Rp5.000 untuk dua orang. Jika berombongan, biaya pemotretan berbeda.
Aksesoris memungkinkan pengunjung berfoto ala tuan putri, bidadari tak bersayap, hingga gaya manja dan imut bersama boneka. Berlaga romantis hingga kesan eksotis bisa diatur. Pada akhir pekan dan hari libur, pencari foto semacam itu disarankan hadir lebih pagi, sebelum pukul 09.00 WIB.
Fatma mengatakan, dalam sehari, ratusan pengunjung ingin berfoto di ketinggian dengan latar belakang Waduk Jatibarang. Pemburu foto narsis tersebut mengantre di luar lokasi karena bangunan latar hanya terbuat dari bambu. Sesi foto hanya dilakukan fotografer dengan kamera profesional oleh petugas dari penyedia wahana.
Spot foto di atas awan tersebut eksis usai lebaran lalu. Wisata untuk kebutuhan narsis diakui sebagai pemicu cepatnya perputaran ekonomi Desa Kandri. Kegemaran orang berfoto dan pamer di media sosial dimanfaatkan menggunakan pemanis pemandangan alam sebagai latar.
Tak ada pemesanan atau booking untuk hari yang berbeda. Pengunjung harus tetap mengantre. "Kami buka jam 08.00 sampai 17.00. Batas cahaya sore itu, karena malam tidak kelihatan latarnya," kata Fatma.
Untuk menjaga titik foto ini dibutuhkan perawatan dakron yang disebar menyerupai awan. Setiap dua pekan perlu penambahan dakron yang menyusut dan terbang terbawa angin.
Di sederetan lokasi berfoto, di tepian jalan menuju Kreo, para penyedia jasa pemotretan menawarkan aneka latar. Naik balon udara atau suasana alam lainnya.
Gua Kreo, di Kampung Talun Kacang, Kelurahan Kandri, Gunungpati, Semarang, tak lagi menjadi tempat menyepi dan bermeditasi. Keramaian tak hanya pada tradisi Sesaji Rawenda yang diselenggarakan setiap hari ke-3 bulan Syawal, namun juga oleh mereka yang ingin narsis.
Gua pada masa lalu tersebut identik dengan tempat berlindung, tempat bermeditasi, menjauhkan diri dari keramaian, tempat sunyi untuk mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Hal itu juga berlaku di Gua Kreo di Gunungpati, Semarang, Jawa Tengah. Maka, tak mengherankan bila cerita seputar Sunan Kalijaga beredar luas di masyarakat sekitar Gunungpati. Dari kawasan ini, Sunan Kalijaga mencari kayu jati untuk pembangunan Masjid Demak.
Menurut pengunjung, kera-kera yang berkeliaran di Gua Kreo juga tidak begitu mengganggu. "Ya, kalau saya nyaman-nyaman saja. Semua dikembalikan pada diri masing-masing," ucap Qasim.