Home Gaya Hidup Pasar Digital Kebon Watu Gede, Tawarkan Sensasi Belanja Sembari Rekreasi

Pasar Digital Kebon Watu Gede, Tawarkan Sensasi Belanja Sembari Rekreasi

Magelang, Gatra.com - Kementerian Komunikasi dan Informatika memprediksi volume ekonomi digital tahun 2019 mencapai US$130 miliar. Saat ini ada sekitar 93,4 juta pengguna internet dan 71 juta pengguna telepon pintar di Indonesia.

Perkembangan teknologi komunikasi mengubah pola konsumsi masyarakat. Peran pasar konvensional digeser pasar digital yang tidak lagi mewajibkan penjual dan pembeli bertemu langsung. Memilih produk sampai melakukan transaksi cukup dilakukan dalam satu platform aplikasi. Kemudian muncul tuntutan melakukan promosi digital agar dapat menguasai pasar.

Pasar Kebon Watu Gede di Dusun Jetak, Sidorejo, Magelang, Jawa Tengah, salah satu yang diklaim sebagai pasar digital pertama di Kabupaten Magelang. Promosi objek wisata ini dilakukan melalui jejaring dunia maya.

Pasar Kebon Watu Gede tidak hanya memenuhi kebutuhan belanja, tapi juga menawarkan sensasi beli ini dan itu sebagai pengalaman rekreasi. Sebagai efek samping belanja era digital, ada tuntutan dihibur saat orang datang mengunjungi pasar.

Di lahan seluas 5 ribu meter persegi, pemuda Karang Taruna Ta’dhiin, Desa Sidorejo, menggagas pasar Kebon Watu Gede. Pertama kali dibuka 11 Februari 2018, pasar tradisional ini eksis hingga sekarang.

Desa Sidorejo berjarak 7 kilometer dari pusat Kota Magelang. Menempuh jalur berliku dan menanjak di ruas Jalan Bandongan, akses masuk ke lokasi Pasar Kebon Watu Gede berada di kiri jalan. Di sini semua jenis kendaraan wajib parkir. Pengunjung hanya boleh masuk berjalan kaki sejauh 500 meter atau naik ojek yang disediakan pengelola. Halaman rumah penduduk dijadikan lahan parkir dengan tarif Rp 2 ribu untuk motor dan Rp 5 ribu untuk mobil.

Memasuki kawasan Pasar Kebon Watu Gede, kita disambut hamparan sawah luas. Lamat di kejauhan terdengar suara tabuhan jathilan. Lokasi pasar yang nyelempit (terpencil) memberikan hiburan tersendiri buat kalian yang bosan dengan suasana pasar yang “begitu-begitu” saja.

Mendekati lokasi pasar yang rapet rimbunan bambu, alunan musik jathilan makin jelas terdengar. Kuda jathil ditunggangi penari berkostum warna mencolok berkelebat di antara pokok bambu.

Ada semacam sambutan mistis saat kita mendekati Pasar Kebon Watu Gede. Seperti menyebrang sekat dimensi menuju ruang lain yang ganjil. Menerobos pelengkung ornamen mentah anyaman bambu, kita tiba di mulut pasar. Sekarang sekelompok penari jathil terlihat jelas bergerak lincah di lapangan kecil di kiri jalan setapak.

Pasaran Legi dan Pahing

Pasar Kebon Watu Gede tidak buka setiap hari. Minggu Legi dan Pahing pada penanggalan Jawa dipilih sebagai hari pasaran. Pasar serupa, Pasar Papringan di Desa Ngadiprono, Temanggung, memilih hari selapanan Minggu Wage dan Pon.

Sebelum masuk ke lokasi Pasar Kebon Watu Gede, kita wajib menukarkan uang dengan bilah-bilah kayu yang mewakili nominal uang. Bilah kayu yang disebut benggol inilah yang nantinya berfungsi sebagai alat tukar.  Kurs tiap benggol setara Rp 2 ribu. Harga makanan dan ongkos jasa di Pasar Kebon Watu Gede dihargai satu hingga lima benggol.

Keluar dari "money changer", saatnya belanja. Bermacam makanan ditata di meja-meja. Gubuk jajanan tersebar di naungan papringan. Ibu-ibu setengah baya didampingi gadis belia berkebaya motif bunga warna cerah melayani dengan ramah. 

Putar-putar dahulu. Puaskan mata karena beberapa spot menarik layak dijadikan lokasi selfie. Favorit saya, tukang cukur. Mengingatkan pengalaman masa kecil jika diajak bapak ke pasar.

Semakin ke dalam, aroma bakaran sate dan jadah menyergap hidung. Asap hasil bakaran mengepul memerangkap sinar matahari yang menyelinap dari sela-sela daun bambu. Kemudian susul-menyusul aroma jagung bakar, ubi rebus. Menggoda.

Di amben di sudut pasar yang sepi saya menikmati dua bongkah kue gemblong seharga 2 benggol. Mencuri pandang pada perempuan muda yang berjalan gemulai menenteng besek berisi cucur. Diam-diam saya menyusun rencana. Menandaskan benggol tersisa di meja penjual serabi.

 

1130