Jakarta, Gatra.com - Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) dan Pertamina dipercaya Kementerian Energi, Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mengolah bahan bakar biodisel 30% atau B30.
Ketua Aprobi, M.P. Tumanggor menjelaskan pihaknya sudah mengalkulasikan secara matang pengolahan bahan bakar tersebut. Saat ini, Aprobi memiliki 19 pabrik fame, salah satu bahan untuk mengolah biodisel, dengan kapasitas terpasang mencapai 12 juta kiloliter.
Pada 2019 ini, konsumsi bahan tersebut mencapai 6 juta kiloliter dan ekspor sebesar 1,5 juta kiloliter. Masih ada pula cadangan sebesar 5 juta kiloliter. Sementara itu, realisasi pada 2018 menembus 4 juta kiloliter untuk konsumsi dalam negeri. Sedangkan ekspornya sebesar 1,5 juta kiloliter.
Baca Juga: Peluncuran Uji Coba B30, Tempuh Jarak 40 Ribu Km dan 50 Ribu Km
Dari data tersebut, Tumanggor menjelaskan jika pada 2020 nanti, kebutuhan fame untuk pengolahan bahan bakar biodisel menambah sebesar 3 juta kiloliter, sehingga totalnya menjadi 9 juta kiloliter. Angka tersebut belum termasuk kebutuhan ekspor yang mencapai 1,5 juta kiloliter. Jika ditotal untuk 2020 mendatang, kebutuhan fame mencapai 10,5 juta kiloliter. Cadangan pun tersisa 1-1,5 juta kiloliter.
Soal lonjakan pemakaian karena bahan bakar B30, Tumanggor memaparkan semua dijamin oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) sawit.
"Jadi masalah kapasitas terpasang penyediaan itu kita akan konsisten seperti apa yang dikatakan Pak Menteri [ESDM]. Karena kita dijamin oleh BPDP," ujar Tumanggor di Gedung ESDM, Jakarta, Kamis (13/6).
Baca Juga: Puteri Lingkungan Indonesia 2019 Berkomitmen Sukseskan Kampanye Bahan Bakar B30
Sementara itu, untuk Pertamina, perusahaan BUMN itu sudah konsisten mendukung program tersebut sejak B20. Direktur Perencanaam Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina, Heru Setiawan menjelaskan, untuk pengolahan B30 pihaknya sudah siap dan melakukan upgrade 29 terminal produksi. "Pada prinsipnya Pertamina siap, bahkan ada beberapa inisiatif di kilang. Kita juga punya inisiatif untuk biofuel," ujar dia di lokasi yang sama.
Bahan bakar, lanjutnya, disuplai oleh Pertamina dari sisi solar sebesar 70 ribu kiloliter. Sedangkan Aprobi menyumbang sisanya, sekitar 30 ribu kiloliter. Untuk pendanaan, Heru memaparkan pihak pengolah mendapat pendanaan dari BPDP sawit.
"[Dana] itu sekitar Rp20 miliar untuk kegiatan ini. Biaya paling mahalnya untuk membayar driver, karena driver harus profesional. Biaya tinggi lainnya biaya pengujian. Setiap 2.500 km, [kendraan] dibawa ke ruang workshop BPPT ESDM untuk dilakukan pengecekan," tukas Heru.