Jakarta, Gatra.com- Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania menuturkan perbaikan data pangan perlu dilakukan. Sebagai tindak lanjut dari berbagai rekomendasi terkait impor yang sudah dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Galuh menilai perbedaan data komoditas pangan kerap berbeda antara Bulog, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian. Hal ini terjadi secara berlanjut dalam kurun waktu yang lama. Padahal keputusan terkait kebijakan impor melibatkan ketiga institusi tersebut.
“ Data pangan yang bersumber dari satu pihak, akurat dan diperbaharui secara berkala sangat penting untuk menentukan kebijakan pangan yang akan diambil pemerintah. Terutama dalam mengukur produktivitas pangan dan mengidentifikasi daerah penghasil komoditas pangan,” katanya melalui rilis yang diterima Gatra.com pada Kamis (13/6).
Data pangan dikatakan sudah surplus namun harganya masih tinggi. Oleh karena itu, CIPS mengimbau agar Kementerian Perdagangan melakukan tindakan guna meredam konflik. Salah satu upayanya melalui impor.
“Yang menjadi masalah, Indonesia baru mau mengimpor kalau sudah ada data yang menunjukkan kurangnya pasokan. Seharusnya sebelum hal tersebut terjadi sudah diantisipasi,” tuturnya.
Peneliti CIPS ini mengatakan pemerintah seharusnya fokus pada kepentingan rakyat. Masyarakat berperan sebagai konsumen. Mereka berhak mendapatkan pangan dengan harga yang terjangkau.