Jakarta, Gatra.com - Sejak dibentuk pemerintah pada 2016, Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria (TPPKA) menerima 666 laporan konflik agraria. Akibatnya, sekitar 176.132 kepala keluarga terimbas dampaknya. Sebagian besar kasus yang dilaporkan terkait dengan persoalan administrasi.
“Sebagian besar konflik agraria yang diadukan oleh masyarakat dikarenakan masalah administrasi seperti pelayanan pertanahan, tumpang tindih izin/konsensi atas tanah dan SDA, proses pemberian ganti kerugian yang buruk dan berlarutnya penyelesaian akibat pendekatan legal formal,” ujar Kepala Staf Presiden, Moeldoko di Jakarta, Rabu (12/6).
Moeldoko menuturkan dari 666 kasus yang dilaporkan, terdapat 413 kasus yang memiliki informasi pendukung sehingga bisa dilanjutkan. Sedangkan 253 kasus sisanya belum disertai adanya informasi pendukung sehingga tidak dapat ditindaklanjuti. Dari 413 tersebut, tim membuat klasifikasi kasus berdasarkan target waktu penyelesainnya.
“Berdasarkan analisa TPPKA, terdapat 167 kasus yang dapat diselesaikan dalam jangka pendek, 92 dituntaskan dalam jangka menengah, dan 154 kasus membutuhkan penyelesaian jangka panjang,” ujarnya.
Moeldoko mengatakan pihaknya telah meminta kementerian terkait bertanggung jawab untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Ia berharap aduan masyarakat dapat segera dibereskan karena reforma agraria menjadi salah satu prioritas presiden.
“Untuk langkah koordinasi, kami melakukan penunjukkan pejabat penanggung jawab dari masing-masing kementerian. Tujuannya adalah koordinasi antara kementerian/lembaga demi menyelesaikan aduan masyarakat terkait konflik agraria,” tuturnya.