Jakarta, Gatra.com - Venezuela menjabat sebagai presiden dalam Konferensi Perlucutan Senjata yang disponsori Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada bulan Juni 2019 ini.
Presidensi ini sempat dikecam beberapa negara seperti Amerika Serikat dan negara anggota Grupo de Lima (Argentina, Brasil, Cili, Guatemala, Honduras, Kanada, Kolombia, Peru, dan Paraguay).
Negara-negara tersebut tidak memandang pemerintah yang menjabat di Venezuela sekarang yang dibawah kepemimpinan Nicolás Maduro, tidak sesuai dengan pandangan mereka.
Diplomat perwakilanAS sendiri ketika peresmian presidensi Venezuela di Jenewa meninggalkan sesi acara secara prematur atau walk out lantaran pihaknya merasa pemimpin Venezuela yang sekarang tidak layak.
Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Grata Endah Werdaningtyas menyebutkan bahwa Indonesia dalam hal ini memandang bahwa permasalahan kepemimpinan yang dihadapi oleh Venezuela adalah murni urusan domestik, sehingga segala urusan politik internal mereka menjadi tanggung jawab dalam negerinya.
"Ïndonesia memandang dinamika politik domestik suatu negara merupakan hak kedaulatan masing-masing negara dan intervensi oleh kekuatan asing tidak dapat dilakukan serta merta tanpa parameter yang jelas dan disepakati bersama," kata Grata ketika dihubungi pihak Gatra.com, Rabu (12/6).
Grata menyebutkan dalam konteks agenda konferensi perlucutan senjata, adanya politisasi isu domestik seperti terjadi di Venezuela tentunya akan semakin mempersulit progres kinerja konferensi yang dimaksud, untuk menyelesaikan berbagai pembahasan penting yang diantaranya adalah FMCT (Fissile Material Cut-off Treaty) dan Negative Security Assurance secara konsensus.
"Indonesia menghimbau agar negara-negara lainnya dalam forum ini maupun forum multilateral lainnya dapat menghindari untuk tidak mempolitisasi urusan internal suatu negara," katanya.
Grata menyatakan bahwa seharusnya negara-negara di forum internasional dapat menghindari untuk tidak mempolitisasi forum-forum multilateral dengan isu-isu di luar substansi pembahasan, dapat fokus pada ruang lingkup forum yang dihadiri.
Grata mengungkapkan, bahwa selain adanya insiden walk out ketika peresmian presidensi Venezuela, negara-negara yang disebutkan diatas tadi memboikot dan tidak hadir dalam pertemuan pertama pleno yang dipimpin Venezuela.
"Negara-negara dimaksud melakukan pertemuan secara terpisah dengan mengundang Dubes Venezula versi Juan Guaido (oposisi petahana)," ungkap Grata.
Grata juga menyebutkan selain adanya pembuatan pertemuan terpisah, negara-negara tersebut telah menggelar konferensi pers yang intinya menolak kepemimpinan Venezuela perwakilan Presiden Nicolas Maduro pada Konferensi Perlucutan Senjata bulan Juni 2019 ini.
Dia menyebutkan fenomena ini adalah suatu hal yang sangat disayangkan dan tidak layak, lantaran membawa isu internal suatu negara ke dalam forum multilateral.
"Ini sangat tidak layak, apalagi di forum teknis yang tidak terkait langsung dengan permasalahan internal dimaksud. Ini dapat menghambat proses pengambilan kesepakatan yang diharapkan dapat dicapai pada setiap pertemuan multilateral," katanya.