Washington, Gatra.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menerima surat dari pemimpin tertinggi Korea Utara (Korut) Kim Jong Un. Trump menganggap surat tersebut sebagai "surat indah" yang dikirim Jong Un sebagai penanda akan adanya peristiwa positif.
“Saya memang menerima surat yang indah dari Kim Jong Un. Saya menghargai surat itu. Surat yang sangat hangat, sangat bagus,” kata Trump di Gedung Putih, Selasa (11/6).
Dari isi surat yang diberikan Jong Un, Trump meyakini sebuah hal positif akan terjadi. “Saya pikir suatu hal positif akan terjadi,” ucapnya tanpa menjelaskan lebih jauh tentang isi surat tersebut.
Reuters pada Rabu (12/6), melaporkan, Trump mengumumkan penerimaan surat ini sehari setelah media Wall Street Journal mengumumkan saudara tiri Jong Un yang terbunuh di Malaysia, Kim Jong Nam adalah seorang mata-mata CIA. Kim Jong Nam terbunuh di Bandara Kuala Lumpur, Malaysia pada 2017.
"Saya menghargai surat itu. Saya mengetahui informasi tentang CIA sehubungan dengan saudaranya, atau saudara tirinya dan saya akan memberitahunya bahwa itu tidak akan terjadi di bawah pengawasan saya," ujar Trump.
Sejauh ini AS berusaha membangun kembali momentum usai perundingan dengan Korut yang tidak mencapai kesepakatan denuklirisasi di Vietnam pada Februari lalu. Setelah bertukar hinaan dan retorika seperti perang dengan Jong Un di awal masa kepresidenannya, Trump pada tahun lalu telah berulang kali memujinya. Trump bahkan telah mengadakan 2 kali pertemuan dengan Jong Un untuk membuka jalan diplomatik kedua negara, khususnya dalam membahas denuklirisasi.
Trump berujar, sejauh ini Korut menepati janjinya untuk tidak menguji rudal balistik jarak jauh atau melakukan uji coba nuklir bawah tanah. Oleh sebab itu, dia tak menampik adanya kemungkinan pertemuan ketiga antara dirinya dan Kim Jong Un.
Pada bulan Mei, Korea Utara melakukan "latihan pemogokan" dalam latihan militer yang diawasi oleh Kim. Trump mengatakan, pada saat itu bahwa peluncuran itu tidak menimbulkan masalah di matanya, meskipun penasihatnya menyebut mereka sebagai pelanggaran terhadap resolusi Dewan Keamanan AS.